TANJUNG REDEB – Di tangan Susan, batuan alam bukan lagi sekadar elemen geologi. Agate dan Jasper dari tanah Berau disulap menjadi aksesori elegan pelengkap kebaya dan busana tradisional lainnya. 

Dari bros hingga kalung, semuanya lahir dari perpaduan kreativitas, teknik sulam, dan kekayaan alam lokal.

Sejak 2018, perempuan kreatif ini membangun label Indonesia Creative (INC@) yang mengusung aksesori berbasis batuan khas Berau. Ide bisnisnya bermula dari keprihatinan terhadap melimpahnya potensi batuan lokal yang belum diolah optimal. 

Alih-alih dijadikan pajangan atau dibuang, Susan melihat peluang fashion dari batu Agate dan Jasper—dua jenis batu yang dikenal karena keindahan motif alaminya.

“Produk saya memang lebih ke arah perhiasan imitasi dari batuan. Karena di Berau, setelah saya pelajari itu ternyata banyak batuan Agate dan Jasper-nya,” ujar Susan.

Dari hanya membuat bros, produk Susan kemudian berkembang menjadi kalung karena lebih ringan dan praktis dipakai. Menyesuaikan kebutuhan pasar, ia merancang aksesori multifungsi yang tetap lekat dengan identitas tradisional.

Bukan sekadar cantik, aksesori buatannya memiliki nilai lebih dari segi teknik. Susan menggunakan teknik sulam manik sebagai pengikat batu, bukan baja atau nikel. 

Teknik ini memperpanjang usia batu serta menghindari kerusakan seperti munculnya serbuk hitam akibat reaksi logam. Hasilnya, aksesori tampil lebih tahan lama, sekaligus estetik berkat warna-warni manik sulam yang menawan.

Mengapa memilih Agate dan Jasper? Bagi Susan, batu-batu ini bukan sekadar bahan. Agate dikenal dengan pola abstrak menyerupai riak air, sedangkan Jasper memancarkan guratan warna alami mirip lanskap alam. Setiap batu seolah menyimpan kisah tentang tanah asalnya.

“ALAM MEMBALUT BUDAYA,” menjadi filosofi kuat dalam karya Susan. Ia ingin setiap aksesori bukan hanya pelengkap busana, tapi juga menjadi medium untuk bercerita tentang keindahan dan potensi alam Kabupaten Berau, sekaligus mendukung pelestarian budaya kebaya.

Dari pemolesan hingga produk siap jual, satu aksesori membutuhkan waktu dua hari. Semua diproses di studionya yang terletak di Jalan Bujangga, Tanjung Redeb. Namun menariknya, pembeli produk Susan justru lebih banyak datang dari luar daerah.

“Di Berau belum terlalu banyak diminati, jadi saya expand keluar melalui pasar online. Produk saya juga sudah masuk di marketplace Indonesia ‘kuka.co.id’ dan lebih ramai pembeli,” bebernya.

Susan berharap, kehadiran produk-produk kreatif berbasis batuan ini bisa menggerakkan kembali ekosistem pengrajin batu di Berau. Sebab, pelaku seperti dirinya masih sangat bergantung pada pengrajin batu untuk membentuk bahan mentah sesuai desain.

Wilayah seperti Kampung Siduung, Merapun, dan Batu-Batu menyimpan potensi batu Agate dan Jasper berkualitas tinggi. Jika dieksplorasi dan dikelola secara serius, bukan tidak mungkin batu-batu ini akan menjadi komoditas kreatif andalan dari Bumi Batiwakkal. (Adv/aya)