TANJUNG REDEB – Untuk menjamin kelestarian adat dan budaya masyarakat asli Bumi Batiwakkal, DPRD Berau mengusulkan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Pemkab Berau tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat.
Ketua DPRD Berau, Dedy Okto Nooryanto, mengatakan bahwa alasan diusulkannya Raperda tersebut karena Berau memiliki beberapa suku asli yang memiliki kekayaan adat dan budaya, seperti suku Banua, Dayak, dan Bajau.
Keragaman budaya suku tersebut masing-masing memiliki ciri khas tersendiri, apakah itu berupa pakaian adat, tarian, kepercayaan, makanan khas, rumah adat, dan bentuk kesenian lainnya.
Adat istiadat memberikan pemahaman dan pengajaran tentang bagaimana hidup selaras dengan alam sekitarnya dan satu sama lain melalui pengakuan hukum adat.
“Masyarakat kita telah mengembangkan norma-norma dan prosedurnya yang unik dalam menangani permasalahan, seperti perhutanan, pertanian, kepemilikan lahan, perkawinan, dan lain sebagainya,” katanya, Senin (10/3/2025).
Dalam rancangan peraturan daerah ini, lanjut pria yang akrab disapa Dedet ini, secara teori mengatur mengenai tata cara perlindungan masyarakat hukum adat di Kabupaten Berau.
Rancangan Peraturan Daerah tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat ini diharapkannya menjadi sebuah pedoman bagi Pemerintah Kabupaten Berau serta berbagai pihak secara khusus.
“Harapannya, Raperda ini bisa memberikan dampak yang signifikan bagi pelestarian dan pengembangan adat dan budaya suku asli Berau,” jelasnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Bapemperda DPRD Berau, Sakirman, mengatakan bahwa dalam Raperda tersebut tidak memuat atau mengatur hak tanah adat atau ulayat. Karena menurut Sakirman, untuk persoalan tersebut sangat rawan konflik baik masyarakat adat antar masyarakat adat maupun dengan pihak lain.
“Jadi dalam menyusun Raperda itu, poin pertama yang dihindari itu (tanah adat). Kita dari awal menghindari konflik. Jadi biarkan saja untuk urusan tanah adat atau tanah ulayat ada di Badan Pertanahan Nasional (BPN),” pungkasnya. (ADV)