TANJUNG REDEB – Posko Aduan Tunjangan Hari Raya (THR) 2025 yang dibuka oleh Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Berau mencatat lima laporan yang masuk sejak posko dibuka. Menariknya, sebagian besar laporan justru berasal dari perusahaan yang hanya berkonsultasi terkait skema pembayaran THR.

Dari total lima laporan tersebut, hanya dua yang berasal dari karyawan yang mengadukan keterlambatan pembayaran THR. Dua aduan itu datang dari karyawan PT Mega Alam Sejahtera (MAS) dan PT Bara Jaya Utama (BJU). Keduanya melaporkan bahwa perusahaan belum membayarkan THR pada H-7 Lebaran, atau tepatnya 24 Maret 2025.

Meski demikian, Disnakertrans melalui Bidang Hubungan Industrial berhasil memediasi persoalan tersebut. Perusahaan akhirnya melunasi kewajibannya pada H-5 Lebaran, yakni tanggal 26 Maret 2025.

Subkoordinator PJK Bidang Hubungan Industrial Disnakertrans Berau, Andi Asmar, mengatakan bahwa keterlambatan terjadi karena perusahaan harus mengantre pencairan dana dalam jumlah besar di bank.

“Karena memang berbeda pencairan dana Rp1 juta sama Rp100 juta. Perusahaan akan lebih lama mengantre dan mencairkan uang itu,” kata Andi.

Ia menambahkan, meskipun THR telah dibayarkan, perusahaan tetap diberikan catatan khusus. Disnaker mengingatkan agar dana tunai untuk THR disiapkan jauh hari sebelum waktu pembagian, agar tidak terjadi antrean panjang di bank seperti yang terjadi kali ini.

“Karena memang pasti dikejar, dan antrean kan pasti panjang,” ujarnya.

Sementara itu, tiga laporan lainnya berasal dari perusahaan yang berkonsultasi seputar skema dan besaran pembayaran THR kepada karyawan. Tiga perusahaan tersebut adalah PT Sanggam Harapan Sejahtera (SHS), Maratua Paradise, dan PT Harida Auto.

“Mereka hanya konsultasi saja, dan sudah melunasi THR ke karyawan,” terang Andi.

Namun, menurut Andi, masih banyak perusahaan di Berau yang belum patuh dalam hal pelaporan pelunasan THR. Hingga H+9 Lebaran, hanya segelintir perusahaan besar yang melaporkan besaran THR yang telah dibayarkan dan jumlah karyawan penerima.

“Kalau perusahaan besar seperti PT Berau Coal, KDC, dan lainnya rutin laporkan itu, yang lain gak aktif. Padahal wajib itu,” tegasnya.

Andi juga mencatat bahwa jumlah aduan terkait pembayaran THR tahun ini adalah yang tertinggi dalam tiga tahun terakhir. Pada 2024 hanya ada tiga laporan, sementara pada 2023 hanya satu laporan karyawan yang diterima. Seluruh kasus yang masuk berhasil diselesaikan secara musyawarah antara karyawan, perusahaan, dan pemerintah.

“Tahun ini memang paling banyak, tapi semua diselesaikan,” bebernya. (*)