SAMARINDA – Praktik pungutan biaya wisuda di sekolah negeri kembali mencuat di Bumi Etam. 

Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan Kaltim menemukan sedikitnya sepuluh sekolah negeri jenjang SMA dan SMK yang masih membebani orang tua siswa dengan pungutan untuk kegiatan seremonial kelulusan. Padahal, larangan secara resmi telah diterbitkan melalui surat edaran pemerintah pusat maupun daerah.

Laporan hasil investigasi tersebut disampaikan Ombudsman kepada Wakil Gubernur Kaltim, Seno Aji, dalam pertemuan resmi di Kantor Gubernur belum lama ini. Temuan ini didasarkan pada Investigasi Atas Prakarsa Sendiri (IAPS) yang dilakukan setelah menerima sejumlah laporan masyarakat terkait pungutan di sekolah.

Dalam praktiknya, pungutan tersebut dihimpun melalui komite sekolah namun bersifat wajib, bertentangan dengan Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 yang menegaskan bahwa sumbangan pendidikan hanya boleh dilakukan secara sukarela.

Sekolah-sekolah yang disebut dalam laporan juga mengabaikan Surat Edaran Sekretaris Jenderal Kemendikbud No. 14 Tahun 2023 dan Surat Edaran Gubernur Kaltim No. 400.3.1/775/Tahun 2024 yang secara tegas melarang pungutan untuk kegiatan wisuda di satuan pendidikan menengah.

“Praktik seperti ini jelas menyalahi aturan,” kata Kepala ORI Kaltim, Mulyadin, menegaskan.

Menanggapi temuan ini, Ombudsman mendesak Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur segera menerbitkan Peraturan Gubernur (Pergub) yang melarang seluruh bentuk pungutan di sekolah negeri. 

Dorongan ini merujuk pada Pasal 55 ayat (3) Perda Kaltim Nomor 16 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Pendidikan, yang memberi ruang regulatif bagi pemerintah daerah untuk memperkuat perlindungan hak peserta didik.

Mulyadin juga menyarankan agar Dinas Pendidikan aktif menerbitkan surat edaran rutin di awal tahun ajaran untuk mencegah pengulangan kasus serupa. Tak kalah penting, ia mendorong pembentukan kanal pengaduan resmi yang dapat diakses masyarakat luas.

“Kami menyarankan agar Dinas Pendidikan juga rutin menerbitkan edaran tiap awal tahun ajaran untuk mencegah praktik seperti ini terulang,” ujarnya. (*)