JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) belum mengambil keputusan terkait pemanfaatan lahan hasil penciutan dari perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara (PKP2B) PT Berau Coal.

Pemerintah belum menetapkan apakah lahan tersebut akan diberikan kepada usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), organisasi masyarakat (ormas) keagamaan, atau koperasi.

Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, Tri Winarno, mengonfirmasi adanya penciutan lahan dalam perpanjangan PKP2B menjadi izin usaha pertambangan khusus (IUPK) Berau Coal, yang berlaku hingga 26 April 2035. Berau Coal merupakan PKP2B generasi pertama yang izinnya berakhir tahun ini.

“Benar ada penciutan, untuk sisa penciutan akan dievaluasi apakah dapat ditetapkan menjadi WIUPK [wilayah izin usaha pertambangan khusus] atau tidak,” kata Tri dikutip Bisnis.com, Kamis (27/2/2025).

Berdasarkan data dari Minerba One Data Indonesia (MODI) Kementerian ESDM, IUPK Berau Coal diterbitkan dengan luas area konsesi 78.004 hektare (ha) di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur. IUPK ini merupakan perpanjangan dari hak konsesi Berau Coal yang dimulai pada 26 April 1983.

Sebelumnya, luas area konsesi Berau Coal mencapai 108.009 hektare. Dengan demikian, terdapat penciutan lahan seluas 30.896 hektare dalam IUPK terbaru.

Tri Winarno menegaskan bahwa pemerintah belum memberikan keputusan resmi terkait potensi penawaran sisa lahan kepada pihak manapun. Keputusan ini masih menunggu aturan teknis sebagai turunan dari revisi Undang-Undang Minerba.

“Nanti ada kriteria melalui PP/Permen, sesuai perubahan ke-4 UU Minerba kan ada waktu 6 bulan untuk PP-nya,” ujarnya.

Penciutan lahan Berau Coal ini menambah daftar lahan bekas PKP2B yang dikembalikan ke negara. Sebelumnya, Kementerian ESDM telah mengumumkan enam konsesi tambang eks PKP2B yang akan ditawarkan secara prioritas kepada ormas keagamaan.

Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia, menyatakan bahwa revisi UU Minerba memberikan ruang lebih luas bagi ormas keagamaan untuk mendapatkan penawaran izin usaha pertambangan (IUP).

“Dengan undang-undang ini, maka ruang untuk organisasi keagamaan tidak hanya terbatas pada PKP2B. Tetapi juga terbuka untuk di luar eks-PKP2B. Kalau kemarin di dalam PP, itu hanya terbatas pada eks-PKP2B,” kata Bahlil.

Pemberian izin pengelolaan tambang kepada ormas keagamaan, menurut Bahlil, bertujuan untuk mengoptimalkan potensi sumber daya alam (SDA) yang belum maksimal. (*)