TANJUNG REDEB – Keluarga korban pelecehan seksual yang diduga dilakukan oleh oknum Komisioner KPU Berau berinisial ARD, akhirnya angkat bicara.
Mereka membeberkan kronologi dan skandal yang selama ini terjadi di gedung penyelenggara pemilu itu.
Kepada Berauterkini.co.id, JL, paman korban, mengungkapkan bahwa korban dan pelaku tidak memiliki ikatan asmara. Keduanya hanyalah rekan kerja di lingkungan KPU Berau, di mana ARD menjabat sebagai atasan korban.
“Ini yang saya ingin tegaskan dulu. Korban dan pelaku bukan sepasang kekasih, melainkan ARD adalah atasannya, dan korban staf bawahan,” kata JL, Sabtu (3/5/2025).
Untuk memperkuat pernyataan tersebut, keluarga mengaku telah menyerahkan bukti berupa percakapan digital dari ponsel korban kepada pihak penyidik Polsek Tanjung Redeb.
“Semua bukti chat sudah kami serahkan ke polisi,” tegasnya.
JL menceritakan, pelecehan bermula sejak korban bekerja di KPU atas rekomendasi Ketua KPU Berau. ARD mulai menunjukkan ketertarikan, namun cintanya tak berbalas. Ia lalu memaksa korban agar selalu mendampinginya dalam berbagai kegiatan kerja.
Korban sempat diajak ke beberapa tempat dengan alasan dinas, bahkan dibawa ke rumah orang tua pelaku. Di hadapan keluarganya, pelaku mengaku bahwa korban adalah istrinya, padahal ia telah berkeluarga dan memiliki dua orang anak.
Seiring waktu, akibat ulah pelaku, korban mulai merasa tertekan. Meski demikian, karena menjaga amanah pimpinan KPU, ia tetap bertahan bekerja, meski harus menanggung tekanan psikologis dari pelaku yang hampir setiap hari ia terima.
“Pelaku bilang, ‘kalau kamu tidak mematuhi arahan saya, kamu saya pecat,’” ucap JL menirukan kesaksian korban.
Tekanan itu kian meningkat. Pelaku bahkan sempat mendatangi rumah keluarga korban demi memastikan korbannya tetap tunduk.
“Intimidasi makin menjadi. Ancaman pemecatan diulang-ulang terus,” ungkapnya.
Puncaknya, pelaku meminta korban melakukan panggilan video. Saat itulah korban dipaksa melakukan adegan vulgar, dengan ancaman akan dipecat jika menolak.
Korban yang merasa tak berdaya akhirnya mengikuti perintah pelaku, yang kemudian mengambil tangkapan layar dari video tersebut.
“Tangkapan layar inilah yang sering digunakan pelaku untuk melecehkan korban hingga sampai 10 kali. Karena korban takut foto itu disebar dan membuat malu keluarga. Jadi memang ini bukan unsur cinta, tapi pengancaman dan pemaksaan,” tegas JL lagi.
Dengan bekal foto tersebut, pelaku kian leluasa. Ia diduga melakukan pelecehan seksual terhadap korban di berbagai tempat, termasuk di dalam mobil dinas KPU.
“Pertama kali tindakan pelecehan itu terjadi di mobil dinas KPU di sekitar Jalan Pulau Panjang. Terakhir, kalau tidak salah sebelum atau sesudah lebaran, pelaku kembali melakukan pelecehan di dekat Taman Makam Pahlawan, juga di mobil dinas,” beber JL.
Ia menegaskan, seluruh informasi itu berasal dari pengakuan korban dan telah disampaikan ke penyidik.
“Semua itu juga disampaikan ke penyidik. Dan kami ikut juga mendampingi korban saat itu. Kami berharap, pelaku dihukum berat,” pungkas JL. (*)