TANJUNG REDEB – PT Berau Coal memperkenalkan pendekatan baru dalam pemberdayaan petani kakao di Kabupaten Berau. Melalui program Sekolah Lapang Kakao yang digelar pada 21–24 April 2025 di Kebun Percontohan Sungai Enau, perusahaan ini menggandeng Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Berau untuk mengintegrasikan data cuaca dalam praktik budidaya.

Sebanyak 132 peserta dari berbagai latar belakang, termasuk mahasiswa, mengikuti pelatihan budidaya kakao berbasis Good Agricultural Practices (GAP) dan pemahaman mengenai pengaruh cuaca dan iklim terhadap pertanian. Program ini merupakan bagian dari upaya PT Berau Coal untuk mendorong kemandirian petani kakao di wilayah tersebut.

General Manager Operation Support and Relations PT Berau Coal, Cahyo Andrianto, menegaskan bahwa Program Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat (PPM) perusahaan diarahkan khusus untuk sektor kakao.

“Fokus PPM PT Berau Coal memang kami arahkan ke pengembangan kakao, karena selaras dengan program Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur maupun Pemerintah Kabupaten Berau. Hingga saat ini, total petani yang bergabung dalam program kakao PT Berau Coal sekitar 500 orang,” ujarnya.

Cahyo berharap petani dapat menerapkan GAP secara konsisten agar dalam tiga tahun ke depan hasil produksi kakao meningkat secara signifikan.

“Kami ingin petani benar-benar paham sejak awal bagaimana menerapkan GAP, agar dalam tiga tahun ke depan mereka bisa menikmati hasil yang memuaskan,” tambahnya

Dalam sekolah lapang ini, BMKG Berau memberikan materi tentang pentingnya memahami kondisi cuaca dan iklim dalam menentukan waktu tanam, penyemprotan, hingga pemupukan. Para peserta juga diajak mengunjungi Kantor BMKG untuk mengenal langsung peralatan prakiraan cuaca.

Kepala BMKG Berau, Ade Heryadi, menilai kolaborasi ini sebagai langkah positif memperkuat ketahanan pangan daerah.

“Petani perlu informasi cuaca agar tahu kapan menanam, menyemprot, dan memupuk. Itu sangat penting untuk merencanakan pola tanam. Kolaborasi ini sangat bagus dan perlu dilanjutkan. Ini bagian dari upaya memperkuat ketahanan pangan dan mendukung program nasional Asta Cita,” kata Ade.

Manfaat sekolah lapang ini dirasakan langsung oleh para petani. Agus, peserta asal Gunung Tabur, mengaku sebelumnya hanya asal tanam tanpa perhitungan.

“Sekarang saya tahu cara mengatur jarak tanam, cara pemupukan, dan apa itu GAP. Ini pertama kalinya saya ikut pelatihan seperti ini, dan sangat bersyukur,” ujarnya.

Hal serupa dirasakan Nanie, petani dari Komunitas Adat Terpencil (KAT) Maning KM 41. Ia menilai program ini membuka peluang besar bagi komunitasnya.

“Kami bisa saling bertemu, belajar, dan berbagi ilmu. PT Berau Coal telah membuka jalan bagi kami dari pelatihan, bibit, hingga pendampingan dan pemasaran,” tuturnya.

Kepala Seksi Pemerintahan Kampung Birang, Ali Husin, juga mengungkapkan perubahan nyata di lapangan berkat program ini.

“Alhamdulillah, sejak ada sekolah lapang ini kami bisa panen. Sebelumnya, panen itu sangat sulit. Ini sangat membantu, karena tanpa bimbingan, petani hanya menebak-nebak cara tanam yang benar,” katanya.

Ia berharap program ini terus berlanjut karena manfaatnya langsung dirasakan warga.

“Praktik GAP yang diajarkan terbukti efektif. Harapan kami program ini terus berlanjut. Inilah program PT BC yang benar-benar bisa dirasakan langsung oleh masyarakat,” ujarnya.

Sekretaris Dinas Perkebunan Kabupaten Berau, Mansur Tanca, menyambut positif inisiatif ini dan mendorong sinergi berkelanjutan antara pemerintah dan swasta.

“Sekolah lapang ini bermanfaat karena memberi wawasan tentang budidaya kakao yang baik. Petani kita memang butuh peningkatan keterampilan,” kata Mansur.

Ia menegaskan pentingnya pendampingan berkelanjutan agar petani benar-benar mandiri.

“Berau Coal sejak awal sudah bersinergi dengan kami untuk mengembangkan kakao sebagai komoditas unggulan. Kalau GAP dijalankan dengan baik, hasilnya akan baik pula. Kami berharap pendampingan terus dilakukan sampai petani benar-benar mandiri,” harapnya. (ADV)