TANJUNG REDEB – Gelaran Pilkada di Berau disebut sarat dengan transaksi uang atau money politic antara pemilih dengan pasangan calon (paslon) melalui tim sukses masing-masing.
Menurut kesaksian Camat Sambaliung, Ahmad Juhri, transaksi tersebut dilakukan secara sistematis dan masif. Terkoordinasi dengan apik melalui tim paslon.
Tak dapat memberikan uang secara tunai, transaksi dilakukan secara transfer. Menjadi salah satu fenomena yang terang ia lihat selama gelaran Pilkada Berau 2024 lalu.
“Ada loh yang seperti itu,” kata Juhri, dalam gelaran FGD KPU Berau, di Balroom Tokyo, Hotel Bumi Segah, pada Senin (24/2/2025) lalu.
Ia mengaku berang atas kondisi itu. Transaksi dari rumah ke rumah, tanpa ada yang menindak lebih lanjut. Luput dari pantauan pihak berwenang, di tingkat kelurahan dan kecamatan.
“Lolos tanpa penindakan, padahal ada di depan mata kita semua,” ucapnya.
Praktik curang itu, ia tegaskan sangat mengkhawatirkan. Sebab, Berau akan sukar memiliki pemimpin yang ideal.
Cenderung memilih pemimpin yang hanya memiliki modal. Tanpa adanya kriteria pemimpin yang berintegritas.
“Kasihan kita di daerah, sudah mencari pemimpin yang betul-betul ideal. Miris,” tegas dia dengan nada tinggi.
Jika menurut beberapa kalangan praktik itu sukar dihalau, tidak menurut Juhri. Ia membeberkan, miliki pengalaman dalam menangkal praktik curang tersebut.
Di kecamatan Talisayan, tempat lawas ia tugas, pernah memergoki tim sukses paslon yang membawa tas berisi uang tunai di dalam amplop.
Baru terbagi di dua rumah, ia bersama tim di kecamatan langsung meminta orang tersebut untuk pergi. Isi tas pun tak terbagi di kampung tersebut.
“Ada yang sudah dijanji tapi tidak dikasih, jadi malas ke TPS,” ungkap dia.
Secara kelembagaan pun, pada pilkada lalu, ia mengaku tak banyak dilibatkan dalam pencegahan tindak kecurangan pemilu.
Padahal, badan-badan dan lembaga pemerintah yang tersebar di setiap kampung dapat diaktifkan. Dapat menjadi mitra dalam menciptakan pemilihan yang langsung, umum, bersih, rahasia, jujur dan adil.
“Jadi kasihan juga petugas dari Bawaslu, mengawasi sekian besar kawasan, hanya dua sampai tiga orang,” sebutnya.
Ke depan, dia berharap terdapat aturan baru yang dapat membatasi praktik politik uang. Lantaran sekarang uang dapat di transfer melalui perbankan, ia meminta pihak bank pun melek dengan situasi tersebut.
“Ini kan untuk kemajuan daerah, semua harus bisa bergerak,” katanya.
Menjawab itu, tuan rumah FGD, Ketua KPU Berau, Budi Harianto, mengaku memiliki keterbatasan dalam menjawab hal tersebut.
Sebab, soal moeny politik berada dalam kewenangan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Berau. Yang pada FGD tersebut tak ada yang hadir.
“Ini sebenarnya harus dijawab Bawaslu, kami lebih memastikan teknis pemilihan,” kata Budi.
Hanya saja, sebagai penyelenggara, Budi mengatakan bahwa isu tersebut telah lama menjadi diskusi di ruang publik.
Sialnya, praktik tersebut diperkirakan menjadi salah satu faktor penurunan partisipasi pemilih dalam gelaran pilkada.
“Jadi kami kembalikan ke masyarakat, harus jadi pemilih yang juga memiliki integritas,” tegasnya. (*)