TANJUNG REDEB – Besar pasak daripada tiang. Peribahasa lama ini nyata benar dengan kondisi Perumda Air Minum Batiwakkal saat ini.
Selama tiga tahun berturut-turut, pendapatan BUMD ini berada di bawah biaya produksi atau Full Cost Recovery (FCR). Hal ini terungkap saat rapat dengar pendapat (RDP) Dewan Perwakilan Daerah (DPRD) Berau dengan manajemen Perumda.
Ketua Komisi II DPRD Berau, Rudi Mangunsong, menanggapi konsekuensi yang bakal diterima Perumda dan menyebut hal ini sebagai alasan kuat untuk menaikkan tarif air bersih.
Menurut Rudi, ada beberapa solusi untuk menyehatkan Perumda, seperti melikuidasi Perumda menjadi Badan Layanan Umum Daerah (BLUD), mendatangkan investor, atau menggabungkan Perumda dengan perusahaan air minum daerah yang sehat di kabupaten terdekat, seperti Kutai Timur.
“Kita bisa melakukan penyehatan Perumda. Dan itu perlu didiskusikan. Memang berdasarkan pemaparan Perumda, kerugian terjadi karena biaya bahan kimia yang mencapai miliaran rupiah,” kata Rudi, Selasa (7/1/2025).
Selain itu, dengan tarif air bersih yang diterapkan sejak 2011 hingga 2023 masih memungkinkan Perumda meraup keuntungan sekitar Rp5,5 miliar. Jika dikatakan merugi, Rudi yakin ada salah urus di internal Perumda yang turut menyebabkan kerugian.
“Mungkin banyak pengeluaran-pengeluaran tidak terduga, atau pengeluaran yang sifatnya hiburan yang tidak berkaitan dengan operasional Perumda jangan dilakukan,” paparnya.
Rudi menegaskan, teguran FCR dari Pemprov Kaltim bukanlah alasan kuat untuk menaikkan tarif air bersih. Pendapatan Perumda masih mencatat keuntungan dalam beberapa tahun terakhir. “FCR ini baru diberlakukan sejak tahun 2020 melalui Permendagri. Padahal di tahun 2023 dan 2024, Perumda masih untung,” jelasnya.
Menurutnya, maksud dari FCR yang dikeluarkan Permendagri adalah untuk menghindari kerugian langsung saat diberlakukan. Sementara, Perumda masih memiliki keuntungan meskipun dari non-air. Pada prinsipnya, jika Permendagri tidak mempunyai sanksi terhadap layanan, tidak ada kewajiban bagi Perumda untuk taat dan tunduk.
“Karena sifatnya hanya peringatan agar jangan sampai rugi. Di sana ada uang negara yang masuk dalam pengelolaan itu. Kita masih punya keuntungan dari pemasangan sambungan rumah (SR) baru,” terang Rudi.
Rudi juga menegaskan bahwa kerugian di Perumda tidak boleh dibebankan kepada masyarakat. Fasilitas air bersih adalah milik pemerintah daerah. Tugas Pemkab Berau dan manajemen Perumda adalah memberikan layanan yang maksimal.
“Tugasnya hanya layanan jangan pada saat untung diam, dan pada saat rugi lempar ke masyarakat. Itu tidak boleh,” tegasnya.
Terkait sikap Bupati yang menunda kenaikan tarif air bersih, Rudi menjelaskan bahwa Bupati punya hak menunda sebagai bentuk KPM. Namun, seluruh anggota DPRD Berau secara tegas menolak dan membatalkan tarif tersebut. “Kami tegas bukan menunda, tapi membatalkan. Kami tidak setuju dalam bentuk apapun kenaikan tarif air bersih. Jika tetap menaikkan, pasti akan menghadapi kami di DPRD,” terangnya.
Untuk menutup kerugian Perumda, Rudi menyebutkan bahwa penyertaan modal melalui APBD Berau dapat dilakukan. Sampai kapan suntikan APBD itu dilakukan, Rudi hanya menjawab, Direktur Perumda Batiwakkal harus mampu memecahkan masalah yang dihadapi untuk memperoleh keuntungan. ”
Saya percaya kemampuan Saipul Rahman dalam mengelola Perumda. Pada saat COVID-19 saja Perumda masih bisa untung,” pungkasnya.