JAKARTA – Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Johanis Tanak, memastikan bahwa Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tidak menghalangi proses hukum terhadap direksi, komisaris, maupun dewan pengawas BUMN yang terlibat kasus korupsi.

Meski undang-undang tersebut menetapkan bahwa organ BUMN bukan lagi penyelenggara negara, Tanak menyebut hal itu tidak berarti mereka kebal terhadap jeratan hukum. 

Tidak ada satu pun ketentuan dalam UU BUMN yang melarang aparat penegak hukum untuk melakukan penindakan jika terjadi tindak pidana korupsi.

Status sebagai non-penyelenggara negara hanya berlaku dari sisi administratif dan tidak mengubah kemungkinan mereka diproses secara hukum jika perbuatannya terbukti memenuhi unsur delik dalam UU Tindak Pidana Korupsi.

“Kalau perbuatannya terindikasi sebagai koruptor, tentunya dapat diproses menurut UU Tipikor,” tegas Tanak dikutip Beritasatu.com, Rabu (7/5/2025).

Ia juga menggarisbawahi bahwa masyarakat biasa pun bisa diproses bila melakukan tindak pidana korupsi, sehingga tidak masuknya direksi BUMN dalam kategori penyelenggara negara tidak membuat mereka bebas dari hukum.

Selain itu, Tanak menjelaskan bahwa ketentuan dalam Pasal 9G UU BUMN hanya berlaku untuk perkara yang terjadi setelah undang-undang ini diundangkan. 

Sementara perbuatan yang dilakukan sebelum UU tersebut berlaku, tetap dapat ditindak berdasarkan ketentuan hukum sebelumnya.

“Peristiwa hukum yang terkait dengan tipikor yang terjadi sebelum berlakunya UU Nomor 1 Tahun 2025, masih bisa diproses sesuai ketentuan UU Tipikor,” ujarnya. (*)