TANJUNG REDEB – Evaluasi kinerja pembangunan destinasi wisata digelar oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Berau bersama pelaku wisata di destinasi unggulan, di salah satu cafe di Berau beberapa waktu lalu.
Kinerja pemerintah pada 2024 lalu dalam memoles titik destinasi wisata menjadi sorotan dalam agenda tersebut. Kegiatan ini mengaitkan evaluasi tersebut dengan konsentrasi pembangunan Berau 20 tahun ke depan melalui dokumen rencana pembangunan jangka panjang daerah (RPJPD) 2025/2045.
Kepala Bidang Pengembangan Destinasi Wisata Disbudpar Berau, Samsiah Nawir, membeberkan beberapa kebutuhan pengembangan destinasi wisata dari para pelaku wisata.
Di antaranya, penambahan kolam air panas di Kolam Air Panas Pemapak, Biatan. Kolam yang ada saat ini dianggap tak mampu menampung padatnya wisatawan di hari libur panjang.
Selain itu, kawasan yang dibangun melalui transfer pusat senilai Rp9 miliar lebih itu dianggap masih kekurangan pendopo. Pengunjung sering mengeluh panas karena paparan sinar matahari.
“Memang butuh pengembangan dan tambahan kolam baru lagi, karena memang ramai,” kata Samsiah.
Disbudpar Berau mencatat sebanyak 28,6 ribu pengunjung berwisata di Pemapak selama 2024 lalu, didominasi pengunjung dewasa sebanyak 21,2 ribu orang. Minat yang besar tersebut membuat Disbudpar Berau berkomitmen untuk melakukan pengembangan kawasan di Pemapak melalui dukungan anggaran di APBD Berau 2025.
“Minatnya memang sangat tinggi, ini perlu jadi catatan kami,” ujar Samsiah.
Sinergi antara pelaku wisata dan pemerintah di setiap kampung dianggap sebagai kebutuhan yang mendesak.
Dimulai dari Pokdarwis, BUMK, hingga pemerintah kampung dan komunitas lainnya, diharapkan dapat bekerjasama dalam memajukan destinasi wisata. Samsiah mencontohkan keuntungan berlipat dari pengelolaan destinasi wisata yang baik seperti di Pemapak dapat menjadi contoh ke depan.
“Sinergi ini yang jadi kunci, tak saling menunggu,” ujarnya.
Destinasi wisata lain seperti di Air Terjun Tembalang, Tepian Buah, dan Segah juga mendapatkan keluhan dari pelaku wisata, terutama terkait dengan track atau rute yang masih membutuhkan perbaikan.
Namun, Air Terjun Tembalang dinilai sebagai destinasi wisata dengan kategori minat khusus, dengan rute yang ekstrem menjadi ciri khasnya.
“Pun kalau ada perbaikan, hanya pada titik tertentu saja,” jelasnya.
Retribusi juga menjadi topik dalam evaluasi tersebut. Samsiah menyatakan bahwa pendapatan yang dapat dikelola oleh masyarakat kampung menjadi salah satu prioritas.
Sejauh ini masih banyak destinasi wisata yang belum memiliki payung hukum dalam menetapkan nilai retribusi. Meski ramai dikunjungi wisatawan, hal ini tidak membuat kas kampung bertambah.
Peraturan Kampung (Perkam) sudah dapat dijadikan landasan untuk menarik retribusi di setiap destinasi wisata, namun angkanya tidak boleh terlalu mahal agar tidak membuat wisatawan kapok.
“Itu harus jadi pertimbangan juga,” tambahnya.
Dari sisi kuliner, banyak rumah makan hingga restoran yang masih menetapkan tarif tinggi, terutama untuk hidangan seafood. Kondisi ini menjadi anomali di tengah kekayaan laut Berau yang melimpah, membuat wisatawan harus membayar mahal untuk menikmati kuliner tersebut.
“Jangan sampai orang jera, jadi cerita miring saat selesai liburan di kampung orang itu,” tegasnya.
Anggaran yang minim juga menjadi masalah. Dari rancangan yang diajukan pada APBD Berau 2024 senilai Rp50 miliar, hanya direalisasikan Rp7 miliar. Angka tersebut jauh dari yang direncanakan, sehingga Disbudpar Berau kesulitan melakukan pembangunan dengan anggaran yang sangat minim di tengah puluhan destinasi wisata membutuhkan sentuhan pemerintah.
“Bapelitbang harusnya bisa menerjemahkan visi pemerintah 20 tahun ke depan ini,” ujar Samsiah.
Ia berharap seluruh pihak dapat membangun sinergi dalam memprioritaskan pembangunan destinasi wisata, ditambah dengan alokasi anggaran untuk promosi pariwisata yang sama pentingnya dengan pembangunan.
Samsiah juga cukup bersyukur karena tidak ada destinasi wisata yang terbengkalai setelah disentuh pembangunan pemerintah. Hal ini dibuktikan dengan penghargaan Arindama 2025 di bidang pembangunan wisata yang diraih oleh Berau.
“Harusnya ini bisa jadi tolok ukur untuk memberi anggaran yang cukup untuk pariwisata,” pesan Samsiah. (*)