Reporter : Hendra Irawan
|
Editor : Fathur

TANJUNG REDEB – Polemik antara masyarakat Talisayan dan PT Tanjung Buyu Perkasa (TBP) Plantation mengenai pembayaran ganti rugi lahan Hak Guna Usaha (HGU) yang dilalui jaringan sutet berakhir dengan kesepakatan pembayaran tali asih kepada masyarakat.

Kesepakatan ini tercapai setelah dibahas dalam rapat dengar pendapat (RDP) di Komisi II DPRD Berau, yang dihadiri oleh semua pihak terkait, termasuk masyarakat, manajemen PT TBP selaku pemilik HGU, dan pihak PLN.

Ketua Komisi II DPRD Berau, Rudi Mangunsong, melalui Anggota Komisi II DPRD Berau, Agus Uriansyah, menjelaskan bahwa ganti rugi yang diinginkan masyarakat Talisayan harus mengacu pada legal standing dokumen yang dimiliki.

“PLN dalam membuka jaringan sutet memang memberikan ganti rugi, tetapi hanya kepada pihak yang memiliki dokumen lengkap,” kata Agus, Kamis (9/1/2025).

“Dari RDP yang telah dilakukan, diketahui bahwa masyarakat yang mengajukan klaim hanya berdasarkan sejarah, yang belum bisa menjadi bukti kuat,” jelasnya. “Dalam RDP, kami juga sampaikan bahwa jika berdebat tentang legalitas kedua belah pihak, tidak akan ada solusi. Jadi kami tawarkan opsi tali asih, yang akan ditindaklanjuti di Kantor Camat Talisayan,” tambahnya.

Pihak perusahaan menyambut baik skema tali asih tersebut dan akan membangun kesepakatan dengan masyarakat Talisayan terkait besaran tali asih yang akan dibayarkan.

“Masyarakat penggugat tidak bisa menekan jumlah yang harus dibayar karena secara hukum mereka tidak memiliki dasar yang kuat. Masalah ini bisa diselesaikan di kantor kecamatan, tinggal kedua belah pihak mencapai kesepakatan,” jelas Agus.

Awalnya, masyarakat meminta pembayaran ganti rugi sutet oleh PLN di lahan HGU PT TBP. Namun, hal ini tidak memungkinkan karena masyarakat penggugat tidak memiliki legalitas yang kuat.

Sementara itu, kegiatan pemasangan sutet tidak bisa dihalangi karena merupakan bentuk kehadiran pemerintah pusat dalam memberikan pelayanan listrik kepada masyarakat.

“Dasar pembayaran adalah legalitas. Hutan Kemasyarakatan (HKm) mereka juga tidak punya. Kalau hanya surat rekomendasi, itu tidak bisa dijadikan acuan untuk menerima ganti rugi,” pungkas Agus. (*)