BERAU TERKINI – Upaya islah atau langkah damai para elit Partai Persatuan Pembangunan (PPP) berujung manis setelah bersitegang dalam Muktamar X di Ancol, Jakarta, akhir September 2025.

Kini, para kader sudah saling sepakat memberikan mandat kursi Ketua Umum PPP 2025-2030 kembali dijabat Muhammad Mardiono. Lalu, Agus Suparmanto menjabat Wakil Ketua Umum.

Ketua DPW PPP Kaltim, Gamalis, menyebut, pertikaian saat pemilihan merupakan bagian dari dinamika organisasi.

Perbedaan pendapat dan pandangan dalam membangun partai menjadi hal lumrah, meski hal itu tetap disayangkan. 

Walaupun, saat ini semua kader telah rukun kembali dan berkomitmen mengembalikan era kejayaan PPP.

“Islah kami tempuh untuk menyatukan kembali persatuan kader di partai,” ujarnya.

Dia menggambarkan, PPP bukan partai dengan satu kepemimpinan tunggal. Sebab, kekuasaan di dalam partai idealnya milik kader yang telah menempuh pendidikan partai.

Sehingga, dinamika politik tersebut dinilai wajar karena setiap individu kader memiliki hak setara dalam menentukan arah perjuangan partai.

“Jadi wajar berdinamika seperti itu,” kata pria yang juga Wakil Bupati Berau itu.

Oleh karenanya, dia tak heran jika terdapat selisih pendapat dalam hasil musyawarah yang disepakati saat rapat kerja wilayah (Rakerwil), persis sepekan sebelum Muktamar.

Dalam pertemuan itu, sejatinya Kaltim bulat mendukung Agus Suparmanto yang jadi lawan Mardiono di Muktamar.

Kendati terdapat kesepakatan, menurutnya politik yang dinamis tak dapat mengikat sikap kader di dalam internal.

“Tapi kalau soal kemenangan partai, itu sudah utuh jadi komitmen bersama,” tuturnya.

Gamalis membeberkan, kesepakatan penentuan ketua umum PPP digelar secara daring. Pertemuan melalui aplikasi zoom meeting itu menyepakati untuk mengambil tiga perwakilan dari masing-masing kubu untuk mengisi posisi inti DPP PPP.

“Islah ini memang yang kami harapkan,” ujarnya.

Dirinya juga membeberkan terdapat rekomendasi serius yang disampaikan oleh semua daerah dari absennya kader PPP yang duduk di Senayan.

Menurutnya, terdapat anomali dari keterisian suara di daerah hingga pusat yang tak berada dalam satu akumulasi.

Dirinya menyebut “tusuk sate” sebagai istilah untuk menggambarkan kondisi yang seharusnya PPP bisa duduk di senayan dengan jumlah suara sebanyak 5 juta pemilih.

“Tapi ini menjadi catatan untuk kami agar bisa bekerja sama ke depan demi memenangkan PPP,” ucapnya.

Dia berkomitmen untuk terus menjaga eksistensi PPP di Bumi Borneo dengan memastikan keterwakilan masyarakat dari kader Partai Kakbah, baik di eksekutif maupun legislatif.

“Itu PR kami semua ke depan,” tutupnya. (*)