TANJUNG REDEB – Suasana memanas di ruang rapat gabungan Komisi DPRD Berau, Selasa (20/5/2025), ketika aliansi serikat pekerja melontarkan kritik tajam terhadap Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2018 tentang Perlindungan Tenaga Kerja Lokal.
Mereka menyebut regulasi itu tak ubahnya “perda banci”. Hidup tapi tak berdaya. Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang dihadiri anggota legislatif, Kepala Disnakertrans Berau, Kabag Hukum Berau, Satpol PP, dan perwakilan serikat pekerja itu sempat diwarnai ketegangan.
Sorotan tajam dan nada kecewa dari para buruh tak bisa dibendung. Perda yang mestinya menjadi tameng bagi pekerja lokal, dinilai hanya jadi simbol tanpa taji.
“Perda Nomor 8 Tahun 2018 ini adalah perda banci. Tak bisa dijalankan, tak bisa memberi sanksi kepada perusahaan yang nakal. Lalu buat apa?” kata salah satu perwakilan buruh saat diberi kesempatan bicara oleh Wakil Ketua I DPRD Berau, Subroto, yang memimpin rapat.
Kekesalan aliansi buruh semakin menjadi, kala hampir tak ada solusi yang dapat diberikan oleh perwakilan eksekutif yang hadir. Baik Disnakertrans dan Kabag Hukum sepakat bahwa untuk pengawasan ketenagakerjaan serta yang berhak memberikan sanksi bagi perusahaan pelanggar perda tersebut ranahnya di Provinsi Kaltim.
Ditambah lagi, pihak buruh menduga instruksi perda terkait minimal 80 persen pekerja lokal diserap juga diabaikan oleh pihak perusahaan yang ada di Berau.
Ketua Komisi II DPRD Berau, Rudi Mangunsong, yang jadi inisiator lahirnya Perda ini menjelaskan, pada dasarnya dia menganggap Perda tersebut sudah sempurna. Pasalnya, Perda itu adalah yang pertama di Indonesia yang memuat perlindungan tenaga kerja lokal.
Namun, dia juga tidak menyangkalnya, bahwa Perda tersebut memang masih menimbulkan dilema, terutama bagi pekerja buruh yang ada sekarang. Hal ini kemudian tergantung bagaimana Pemkab Berau menerapkannya di lapangan.
Kalaupun ada kekurangan, paling tenaga untuk pengawasan Perda tersebut, termasuk melakukan penindakan bagi perusahaan yang melanggar, baik sektor pertambangan bisa maupun sektor perkebunan.
“Perda itu sudah sempurna kok, yang bancinya tidak dilaksanakan. Siapa yang melaksanakannya, bupati dan Pemkab Berau,” katanya.
Dengan kondisi dan situasi sekarang, dirinya pun tidak menyangkal jika memang Perda tersebut seolah kehilangan muruah dan kekuatannya sebagai peraturan, lantaran hampir setiap perusahaan yang melanggarnya tak ada tindakan maupun sanksi serius yang diberikan.
Padahal, dirinya sebagai inisiator pembuat Perda tersebut mengatakan, Berau sudah memiliki Perda pertama yang menginspirasi kabupaten/kota lain untuk membuat Perda serupa.
“Namun, bukan lagi salah kami ketika Perda itu jadi banci. Di sana (Pemkab) tidak siap perangkat. Mungkin,” paparnya.
Untuk melindungi muruah Perda agar maksimal melindungi pekerja, pemerintah daerah harus menyiapkan perangkatnya. Misalnya siapkan Peraturan Bupati (Perbup) lebih dari satu.
“Tapi itu kembali lagi kepada aksi atau penegakannya di lapangan,” katanya.
Adapun terkait pengawasan, kata Rudi, ada dua ruang sebenarnya yang bisa diambil, yakni pengawasan tenaga kerja dan pengawasan Perda. Seharusnya, jika ada perusahaan yang mengabaikan perintah Perda yang mengikat, Pemkab harus menindaknya.
“Jadi memang seharusnya yang menindak itu Pemerintah Daerah. Jadi perangkatnya harus disiapkan pemerintah, mulai dari Perbup sampai tenaganya,” jelas Rudi.
Sementara itu, Kepala Disnakertrans, Zulkifli Azhari, mengatakan, terkait penindakan perusahaan-perusahaan yang melanggar Perda akan dikoordinasikan dengan Disnakertrans Kaltim.
“Nanti ditunggu keputusannya,” paparnya.
Ketika ditanya terkait data perusahaan-perusahaan yang dilaporkan telah melanggar Perda Nomor 8 Tahun 2018, Zulkifli menyebut nanti akan diperiksa bersama.
“Karena yang jadi perdebatan itu kan pengawasan. Tinggal pengawasan saja lagi yang diperkuat,” paparnya.
Dirinya juga tidak setuju jika Perda tersebut dikatakan banci atau mandul.
“Tidak juga mandul sih, pengawasannya saja lagi tinggal kita sepakati,” singkatnya.
Sementara itu, Wakil Ketua I DPRD Berau, Subroto, mengatakan, dalam pengawasan Perda itu ada perbedaan pendapat. Pendapat serikat buruh ada di Kabupaten Berau, sementara dari ahli hukum Pemkab Berau ranahnya ada di tingkat provinsi.
“Setelah saya tanyakan ke Kepala Dinas, ternyata memang ada pengawas tenaga kerja tingkat provinsi Kaltim. Namun, tidak masuk dalam undangan,” jelasnya.
Dia pun berpendapat, secara umum Perda tersebut sudah cukup baik dalam melindungi tenaga kerja. “Tinggal memaksimalkan pengawasan di lapangan. Nanti kita akan bahas lagi dalam waktu dekat,” pungkasnya. (*)