TANJUNG REDEB – Langkah Presiden Prabowo Subianto dalam memangkas anggaran mendapat dukungan dari masyarakat. Sebab penghematan keuangan negara itu disebut lebih mengutamakan program pro rakyat.
Pengamat Kebijakan Publik, Budiman Chosiah mengungkapkan, selama 10 tahun terakhir berjalannya roda pemerintahan era Presiden RI ke 7 Joko Widodo, anggaran cenderung tak tepat sasaran di sektor pelayanan publik.
Anggaran yang digunakan untuk studi banding, hingga acara seremonial di setiap instansi pemerintahan, cenderung berjalan tanpa tolok ukur yang menyentuh langsung masyarakat.
“Kan yang berjalan kemarin, cenderung tidak tepat sasaran dan tidak punya nilai manfaat,” kata Budiman, Senin (10/2/2025).
Sebanyak 16 item belanja di kementerian lembaga (KL) dan di perangkat daerah, yang terkena pemangkasan pun dinilai tepat. Bila diukur dari upaya peningkatan pelayanan di pemerintahan.
Dari lampiran surat edaran S-37/MK.02/2025, berikut ini daftar belasan item belanja yang harus dipangkas secara lengkap:
1. Alat tulis kantor (ATK): 90%
2. Kegiatan seremonial: 56,9%
3. Rapat, seminar, dan sejenisnya: 45%
4. Kajian dan analisis: 51,5%
5. Diklat dan bimbingan teknis (bimtek): 29%
6. Honor output kegiatan dan jasa profesi: 40%
7. Percetakan dan souvenir: 75,9%
8. Sewa gedung, kendaraan, dan peralatan: 73,3%
9. Lisensi aplikasi: 21,6%
10. Jasa konsultan: 45,7%
11. Bantuan pemerintah: 16,7%
12. Pemeliharaan dan perawatan: 10,2%
13. Perjalanan dinas: 53,9%
14. Peralatan dan mesin: 28%
15. Infrastruktur: 34,3%
16. Belanja lainnya: 59,1%
Akademisi Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda ini menilai, angka tersebut merupakan poin evaluasi yang dilakukan di era pemerintahan Jokowi-Ma’aruf Amin. Seharusnya, kebijakan penghematan anggaran itu diambil oleh pemerintahan sebelumnya. Kemudian dijalankan oleh tampuk pemerintahan yang sedang berjalan saat ini.
“Tapi ini tetap bernilai baik,” sebut Budiman.
Ia juga memberikan catatan, bila pemerintah saat ini mesti memiliki keselarasan program. Yang memiliki standar operasional paten. Tanpa keliru menerjemahkan program yang diturunkan oleh pemerintah pusat.
Dengan begitu, tak akan banyak anggaran yang digelontorkan dalam setiap program. Pun semua program telah menerapkan sistem yang harus efisien dan efektif untuk dijalankan.
“Kalau tidak berkaitan dengan kesejahteraan masyarakat, ya untuk apa dijalankan,” kata dia.
Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unmul ini pun sepakat dengan narasi yang menyebut perjalanan dinas hanya untuk menghabiskan anggaran pemerintah. Sebab, dalam setiap agenda yang ia temui hampir tak pernah melihat kegiatan tersebut berdampak signifikan terhadap kualitas pemerintahan.
Apalagi, Budiman menganggap bila perjalanan dinas merupakan agenda yang menyenangkan pegawai semata. Tanpa terdapat pengetahuan maupun ilmu baru yang dapat diterapkan secara langsung ke instansi.
“Hanya jadi laporan saja, dampaknya ada atau tidak?” tanya dia tegas.
Dirinya pun mendukung, kepala daerah hasil pemilihan kepala daerah alias pilkada 2024 lalu, mengikuti orientasi Prabowo Subianto. Sama halnya dengan program orientasi yang diberikan kepada setiap menteri beberapa waktu lalu.
Langkah itu dianggap baik demi menyelaraskan program pemerintah pusat dan daerah.
Pun pemerintah daerah akan mendapatkan gambaran visi pemerintah 5 tahun yang akan datang.
“Itu bagus, agar bisa selaras programnya,” ujar Budiman.
Kendati saat ini setiap pemerintah daerah telah mengetuk baku anggaran dalam setahun ke depan, ia menganggap hal itu bukan jadi hambatan.
Sistem penganggaran yang telah terintegrasi ke nasional, sudah sangat memudahkan pemerintah daerah dalam melakukan refocusing anggaran.
“Tinggal membahas kembali, dan mengatur ulang proses penganggarannya. Tidak rumit itu,” ujar dia. (*)