SAMBALIUNG – Di tangan Nurul Huda, jajanan khas pesisir yang dulu hanya hadir di warung-warung kampung kini tampil menawan di etalase swalayan.
Kue Sarang Semut, yang oleh masyarakat Bajau dikenal sebagai Jaa, pelan-pelan membentuk citra baru. Bukan sekadar kudapan kampung, tapi oleh-oleh kekinian yang layak dipajang di ritel modern.
Nurul, perempuan asal pesisir Berau, memulai usahanya sejak 2019. Ia tak hanya memproduksi Sarang Semut, tetapi juga kue tradisional lain seperti Keminting, Gereget, dan Koleng-Koleng.
Awalnya dijajakan dari rumah di Jalan Tanjung Baru 2, Sambaliung, produknya kini menembus swalayan dan toko oleh-oleh di Tanjung Redeb.
Perubahan besar tak hanya terjadi pada saluran distribusi, tapi juga pada tampilan produk. Kemasan kue-kue buatan Nurul kini lebih modern dan siap bersaing. Produk-produknya juga telah mengantongi sertifikat halal dan Hak Kekayaan Intelektual (HAKI), dua hal yang menjadi kunci akses ke pasar yang lebih luas.
“Yang saya tawarkan adalah produk makanan khas daerah, di mana untuk produknya bisa kita jamin akan selalu fresh. Harganya juga terjangkau,” ujar Nurul saat ditemui belum lama ini.
Dari balik dapur rumahnya, Nurul membangun usahanya tanpa sokongan modal dari pemerintah. Namun, ia aktif mengikuti pendampingan dari Dinas Koperasi, Perindustrian dan Perdagangan (Diskoperindag). Dari sanalah ia belajar mengurus Sinas, TKDN, dan sertifikasi halal.
Tak hanya itu, Nurul juga mendapatkan pelatihan media promosi. Ia belajar memilih waktu yang tepat untuk mengunggah konten, menentukan visual yang menarik, hingga merangkai kalimat promosi yang efektif.
“Saya jadi tahu sosial media mana yang cocok kita gunakan untuk promosi. Mungkin nanti akan ada pelatihan lanjutan,” tuturnya.
Kini, omset bersih yang diraihnya berkisar antara Rp2-3 juta per bulan. Meski sudah merambah swalayan, Nurul tetap aktif menjajakan produknya di arena Car Free Day (CFD) dan membuka layanan pemesanan dari rumah.
Pelanggan setianya bahkan sering memesan oleh-oleh sebelum berangkat ke Pulau Derawan atau Maratua, untuk kemudian diambil langsung dari rumahnya. Strategi ini bukan hanya memudahkan konsumen, tapi juga memperkuat jejaring distribusi yang fleksibel dan personal.
“Banyak teman yang mau liburan, mereka pesan dulu lalu ambil di rumah. Katanya biar nggak repot bawanya dari pulau,” kata Nurul.
Transformasi yang dirintis Nurul menunjukkan bahwa kue tradisional bukan produk yang statis. Dengan kemasan baru, pendekatan digital, dan strategi distribusi yang cermat, produk warisan lokal bisa bersaing di pasar modern. (Adv/Aya)