SAMARINDA – Pemerintah pusat menargetkan Kalimantan Timur (Kaltim) dapat mandiri dalam memenuhi kebutuhan pangan, khususnya beras, paling lambat pada 2026.

Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menyebut Kaltim memiliki peluang besar untuk melepaskan ketergantungan dari pasokan beras luar daerah.

Potensi tersebut dinilai sejalan dengan pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) yang membutuhkan penyangga pangan kuat dari wilayah sekitarnya.

Saat ini, produksi beras lokal Kaltim baru sekitar 200 ribu ton per tahun. Sementara kebutuhan masyarakat mencapai 450 ribu ton, sehingga defisit 250 ribu ton masih harus ditutup dari impor antar daerah.

Kementerian Pertanian pun mengalokasikan dana sebesar Rp500 miliar untuk mendukung percepatan kemandirian pangan di Kaltim. Anggaran tersebut diprioritaskan pada tiga sektor utama, pencetakan sawah baru, pemenuhan pupuk, dan pembenahan sistem irigasi.

“Upaya awal ini kita fokus di tiga hal yakni cetak sawah, pupuk harus cukup, dan irigasi harus berfungsi,” kata Amran, Kamis (8/5/2025).

Salah satu solusi percepatan yang ditekankan adalah pemanfaatan lahan tidur yang tersebar di berbagai kabupaten. Menurut Amran, lahan tak tergarap ini bisa menjadi lumbung baru untuk menekan defisit produksi.

“Kita punya lahan luas yang belum tergarap. Ini peluang besar,” tegasnya.

Selain infrastruktur pertanian, Kementan juga mendorong penerapan teknologi dari penggunaan varietas unggul, mekanisasi, hingga pemanfaatan drone untuk efisiensi proses tanam. Strategi ini disebut telah terbukti efektif di sejumlah daerah lain yang berhasil menghadapi tantangan cuaca ekstrem.

Gubernur Kaltim, Rudy Mas’ud, mengapresiasi dukungan dari pemerintah pusat. Ia menilai program ini sangat relevan dengan kondisi daerah, terutama karena Kaltim masih memiliki ratusan ribu hektare lahan non-sawit dan non-tambang yang bisa dikembangkan menjadi areal produksi pangan.

“Kami siap menyukseskan program ini,” ujarnya.

Namun, Rudy mengakui masih ada tantangan klasik seperti keterbatasan bibit, pupuk, dan sumber daya manusia petani. Meski begitu, ia optimistis jika kolaborasi pusat dan daerah berjalan konsisten, transformasi pertanian bisa diwujudkan dalam waktu dekat. (*)