“Jangan Takut untuk Bermimpi Besar”
TANJUNG REDEB – Berawal dari rasa penasaran terhadap kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI), langkah Zinedine Zidan Alsyahana kini menembus panggung dunia.
Nama pemuda itu tercatat harum dalam ajang bergengsi tingkat internasional: World Young Inventors Exhibition (WYIE), yang digelar beberapa hari lalu di Malaysia.
Siapa sangka, ketertarikannya terhadap AI yang dulu mungkin sekadar mimpi, kini menjelma menjadi prestasi nyata.
Bersama timnya, pemuda yang akrab disapa Zidan ini berhasil menyabet medali emas, mengungguli ratusan tim dari belasan negara. Bukan sekadar menang, tetapi mengungguli para inovator muda terbaik dunia yang bertanding di event itu.
Zidan tidak sendiri dalam perjalanan luar biasa ini. Bersama para rekan seperjuangannya; Zakiyyah Mazaya Salma, Fahmi Faizullah Ghazanfar Wicaksono, Faiq Varian Gamal Hasan, Affandsru Rabbany Wijaya, Kanaya Defitra Prasetyo Putri, dan Gerard Julian, ia membuktikan kerja keras, dedikasi, dan kolaborasi mampu menembus batas-batas yang selama ini dianggap mustahil.

Hari-hari tanpa lelah, malam-malam penuh diskusi, dan semangat pantang menyerah mereka akhirnya terbayar lunas. Tak hanya membawa pulang medali emas, mereka juga dinobatkan sebagai juara sejati, mengharumkan nama Indonesia di pentas dunia.
“Tentunya bersyukur karena hasil kerja keras saya dan teman-teman terbayarkan,” ucap Zidan saat dihubungi berauterkini.co.id, Selasa (3/6/2025).
Lantas, bagaimana semua ini bermula? Zidan adalah pemuda kelahiran Berau, 9 Desember 2003. Ia mengenal dunia robotik bukan sejak kecil, melainkan ketika menginjak bangku SMA. Di sanalah matanya terbuka. Menyaksikan ledakan perkembangan teknologi AI yang mengguncang dunia.
Ketertarikannya menjelma menjadi tekad bulat. Tamat di bangku SMA, ia melanjutkan studinya ke Universitas Airlangga Surabaya. Memilih jurusan S1 Teknik Robotika dan Kecerdasan Buatan.
Di kampus itu, putra dari pasangan Baharuddin dan Nurlaila ini tak hanya belajar teori, tapi juga menajamkan praktik. Dia juta terlibat dalam komunitas robotik dan bergulat langsung menciptakan inovasi.
“Sedikit demi sedikit saya mulai memahami AI dan mencintai dunia ini,” ucap pemuda yang beralamat di Jalan Bujangga, Kelurahan Sei Bedungun, Tanjung Redeb ini.
Waktu kuliah yang padat tak menghalangi langkahnya. Bersama rekan-rekan seperjuangan, ia terus membangun mimpi lewat proyek-proyek kecil, yang lama-kelamaan berkembang menjadi gagasan besar. Hingga suatu hari, datang ajakan yang mengubah hidupnya.
“Ayo ikut lomba World Young Inventors Exhibition di Malaysia,” katanya menirukan ajakan teman sejurusannya.
Lomba itu diikuti oleh 900 tim dari 15 negara di seluruh dunia. Mulai dari Indonesia, Malaysia, Arab Saudi, Qatar, Kanada, dan sejumlah negara maju lainnya.
Adapun tim Indonesia berasal dari berbagai wilayah dan sekolah/institusi. Kelompok Zidan bisa mewakili Indonesia karena berhasil lolos tahap seleksi secara online.
“Kami berhasil meyakinkan dewan juri dengan proposal ide dari inovasi yang solid. Sehingga kami berhak ikut mewakili Indonesia di WYIE,” kata pemuda 21 tahun ini.
Perjalanan menuju panggung internasional itu jauh dari mudah. Sedikit kesalahan bisa berujung kegagalan. Apalagi dalam lomba sekelas WYIE, di mana pesertanya diisi oleh para jenius dari berbagai belahan benua.
“Kesulitannya justru saat membuat prototipe produk. Waktu saya sangat terbatas, apalagi saya sudah masuk tahun ketiga kuliah,” kisah Zidan.
Ia tak hanya harus memprogram robot, tapi juga tetap mengejar kuliah dan menjalani magang. Tidur menjadi barang mewah. Waktu luang? Hampir tak ada. Namun dari semua tantangan, lahirlah harapan.
Tim mereka menciptakan prototipe Automated Guided Vehicle (AGV), sebuah robot yang mampu mengikuti jalur tertentu. Karena objektif dari lombanya adalah membuat suatu inovasi produk.
Robot itu dirancang untuk meringankan beban kerja perawat rumah sakit yang selama ini harus mengangkut makanan, obat-obatan, hingga pasien. Sebuah solusi nyata di tengah dunia medis yang semakin terbebani.
“Bahkan robot ini bisa membawa pasien dari satu tempat ke tempat lain,” ujar Zidan.
Saat nama mereka disebut sebagai pemenang, Zidan menatap langit Malaysia dengan haru. Keringat dan pengorbanan itu akhirnya terbayar tuntas.
“Sangat bangga. Pengorbanan kami selama ini terbayar lunas dengan medali emas,” katanya.
Namun ia sadar, pencapaian ini bukan hanya miliknya. Ada peran besar orang tua di balik langkahnya. Perjuangannya mengikuti lomba luar negeri tak serta-merta disambut gembira.
Ia harus meyakinkan mereka, membuktikan bahwa ia bisa menjaga kuliah dan tanggung jawab lainnya. Dan akhirnya, dukungan pun mengalir, termasuk bantuan finansial yang membuatnya bisa berangkat ke Malaysia.
“Karena lomba ini tidak sepenuhnya di-cover oleh pihak universitas. Apalagi, ini pertama kali saya ikut lomba di luar negeri,” kata alumnus SMAN 1 Berau ini.
Kini, medali emas itu bukanlah akhir. Bagi Zidan, ini baru permulaan dari jalan panjang yang ingin ia tempuh. Ia ingin terus menciptakan robot, bukan untuk pamer prestasi, tapi untuk memecahkan masalah nyata di dunia.
“Saya tidak ingin cepat berpuas diri. Saya akan terus belajar agar inovasi saya suatu hari benar-benar bermanfaat bagi kehidupan manusia,” ujarnya.
Sementara itu, Anggota DPRD Berau, Arman Nofriansyah, yang juga kolega Zidan sangat mengapresiasi capaian yang diperoleh keponakannya itu.
Baginya, prestasi yang diperoleh Zidan tersebut tak hanya menjadi kebanggaan bagi keluarga, tapi juga masyarakat Kabupaten Berau. Dia berharap, prestasi yang diraih Zidan menjadi motivasi bagi generasi muda di Bumi Batiwakkal.
“Tentu prestasi ini sangat membanggakan. Jangan takut untuk bermimpi besar,” pungkasnya. (*)