Reporter : Redaksi
|
Editor : Syaifuddin Zuhrie

TANJUNG REDEB – Dinas Kesehatan Berau melalui Puskesmas dan kader posyandu terus melakukan pemantauan kasus gizi buruk.

Hingga saat ini, pemantauan itu menjadi atensi mereka. Kepala Dinas Kesehatan Berau, Lamlay Sarie, ada anggaran tersencEGAHdiri untuk makan dan minum jika balita dirawat di rumah sakit.

Lamlay menerangkan, anggaran yang dimaksud berbentuk makanan sehari tiga kali untuk satu orang keluarga pasien yang menunggui anaknya tersebut.

Dilanjutkannya, anak dengan gizi buruk perlu menjalani rawat inap di rumah sakit agar dokter dapat menstabilkan kondisi dan tanda-tanda vital anak.

“Pemantauan gizi terus dilakukan bahkan ada anggaran tersendiri untuk makan dan minum jika balita tersebut dirawat di rumah sakit,” katanya.

Hal yang dapat dilakukan saat di rumah sakit adalah menyelimuti anak untuk menjaga suhu tubuh, memberikan cairan infus untuk mengatasi dehidrasi, mengobati infeksi dengan pemberian antibiotik, memberikan suplemen berupa vitamin A, zat besi, dan asam folat.

Selain upaya-upaya di atas, dokter juga dapat memberikan makanan cair khusus berupa F75, F100 atau Ready-to-Use Therapeutic Food (RUTF) melalui mulut atau selang makan secara perlahan dan bertahap.

Makanan tersebut berisi susu, mentega, minyak, gula, dan kacang yang ditambahkan dengan vitamin dan mineral. Gizi buruk yang tidak tertangani bisa menyebabkan komplikasi berupa dehidrasi berat, hipotermia, anemia, gangguan tumbuh kembang, gangguan otak, terserang penyakit infeksi berat hingga kematian.

Gizi buruk bisa dicegah dengan melakukan beberapa upaya seperti memberikan makanan bergizi lengkap dan seimbang sesuai kebutuhan anak, menerapkan pola asuh yang baik, memberikan ASI eksklusif hingga usia anak 6 bulan, dilanjutkan dengan memberikan MPASI yang bergizi lengkap dan seimbang.

Mengukur tinggi dan berat badan anak secara berkala, membawa anak untuk segera berobat bila terkena penyakit infeksi.

Ia melanjutkan, gizi buruk hampir sama dengan stunting, namun gizi buruk lebih mudah terbaca dan bisa segera ditangani. Jika berbicara gizi buruk, tentu berhubungan erat dengan asupan gizi yang kurang yang bisa saja disebabkan oleh kemiskinan atau ketidaktahuan pola asuh terhadap gizi.

“Faktornya itu dua, pola asuh dan kemiskinan,” tegasnya.

Di sisi lain, gizi buruk juga bisa diperparah dengan penyakit bawaan, sehingga asupan gizi kurang maksimal diserap oleh tubuh. (*adv)