TANJUNG REDEB – Di sebuah rumah kecil di Jalan Kartini, Tanjung Redeb, Nur Siswanto memulai langkah sederhana pada 8 Mei 2018 bersama keluarganya.

Dia mengontrak rumah tersebut sambil menjalankan usaha kecil yang kini berkembang menjadi Ayla Berau, sebuah merek produk lokal yang menjadi kebanggaan Bumi Batiwakkal.

“Saya melihat banyak hasil pertanian Berau yang melimpah, tetapi belum dimanfaatkan maksimal. Dari situ, saya berpikir untuk mengolahnya menjadi produk yang bernilai tambah,” kenang Nur Siswanto.

Produk pertama Ayla Berau adalah madu mongso, jajanan tradisional khas Jawa yang dibuat dengan penuh ketelitian. Dukungan dari keluarga dan kerabat menjadi kunci keberhasilan awal usaha ini.

“Madu mongso kami diterima dengan baik oleh pelanggan dan itu memotivasi kami untuk mencoba inovasi baru,” ujar Nur Siswanto.

Dengan peralatan sederhana di rumah, Nur Siswanto terus berinovasi. Selain madu mongso, Ayla Berau kini memproduksi berbagai produk, antara lain bawang goreng dan bumbu dapur seperti merica dan ketumbar bubuk, serta camilan tradisional seperti dodol jahe dan nastar.

Produk bawang goreng Ayla Berau awalnya hanya diproduksi sekitar 3 kilogram. Kini, produksinya mencapai 400 kilogram per bulan.

Proses produksinya pun melibatkan masyarakat sekitar, terutama ibu rumah tangga yang dipekerjakan untuk mengupas dan memotong bawang.

“Kami sengaja melibatkan warga sekitar agar mereka juga merasakan manfaat ekonomi dari usaha ini,” jelasnya.

Selain bawang goreng, bumbu dapur seperti merica dan ketumbar bubuk menjadi produk unggulan lainnya. Produksi bumbu dapur mencapai 20 kilogram. 

Namun, tantangan terbesar adalah pasokan bahan baku karena banyak petani Merica di Berau yang beralih ke tanaman lain, seperti kelapa sawit.

“Yang jadi kendala saat ini banyak petani yang beralih ke tanaman lain, sehingga agak susah untuk mendapatkan bahan baku merica,” terangnya.

Ciri khas produk Ayla Berau adalah kemasannya yang berwarna kuning, melambangkan semangat dan optimisme.

Untuk memastikan kualitas dan kepercayaan pelanggan, produk ini pun telah mendapatkan sertifikat Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) pada 2022 dan sertifikat halal pada 2023.

Dukungan dari Rumah BUMN serta Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan (Diskoperindag) Berau menurutnya sangat berarti.

Nur Siswanto mendapatkan pelatihan manajemen usaha, panduan pengemasan, hingga bantuan pengurusan izin usaha.

“Bantuan administrasi ini sangat penting, terutama ketika kami mulai masuk ke ritel lokal. Dengan dukungan ini, kami bisa memastikan produk kami memenuhi standar yang diharapkan,” jelasnya.

Dengan harga produk mulai dari Rp1.000, Ayla Berau kini memiliki omzet kotor mencapai Rp20 juta per bulan.

Dia memastikan, setiap produk dibuat dengan kualitas terbaik dan daya tahan hingga enam bulan tanpa bahan pengawet.

Visi Ayla Berau adalah menjadi produk pilihan utama di Indonesia, khususnya Kalimantan Timur. Dengan moto ‘Eksis Selalu’, Nur Siswanto ingin Ayla Berau tidak hanya sukses secara bisnis, tetapi juga berkontribusi pada perekonomian lokal.

“Kami belajar dari setiap langkah kecil. Dari rumah kecil, kini Ayla Berau menjadi salah satu UMKM yang dapat dibanggakan Berau,” ujarnya dengan penuh rasa syukur. (*/adv)