Reporter : Sulaiman
|
Editor : Syaifuddin Zuhrie

TANJUNG REDEB – Pengamat Komunikasi Politik Universitas Mulawarman, Rina Juwita, menyoroti angka partisipasi pemilih pada Pilkada 2024 di Berau yang tak meraih angka maksimal.

Angka partisipasi pemilih di Pilkada Berau tergolong cukup rendah. Tak menyentuh angka 70 persen dari angka yang ditargetkan penyelenggara mencapai 80 persen total daftar pemilih tetap (DPT) di Berau.

Berdasarkan data sementara di laman Pilkada 2024 oleh KPU, angka partisipasi pemilih di Berau mencapai 130.468 orang. Dari total DPT mencapai 198.347. Secara persentase, partisipasi pemilih berada di angka 65,8 persen.

Padahal situasi saat ini berbeda jauh dengan Pilkada 2020 lalu. Saat pilkada berlangsung kala itu, penyelenggara mesti melalui tantangan kehidupan baru dalam situasi pandemi Covid-19. Angka partisipasi pun berkisar 60-an persen.

“Harusnya meningkat, karena saat ini situasinya sudah lebih baik ketimbang pandemi kemarin,” kata Rina-sapaan dia, Jumat (29/11/2024).

Perempuan yang juga menjabat sebagai Wakil Dekan I, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) Unmul Samarinda itu, membeberkan beberapa penyebab rendahnya partisipasi masyarakat dalam dalam pilkada Berau tahun ini.

Menurutnya, metode penggiringan partisipasi masyarakat dengan gaya standar dan jadul tak akan menggugah pemilih untuk datang ke TPS. Apalagi, bila sasarannya para pemilih pemula alias Gen Z hingga kalangan milenial.

Kendati penggunaan media sosial tetap masif dilakukan, namun membutuhkan cara yang tepat dan konten yang sesuai dengan terget usia.

“Kan gayanya template, pakai twibonz ‘ayo memilih’. Itu datar banget dan kuno sudah di sosial media,” ucapnya.

Era sosial media saat ini, konsep konten harus dibuat lebih menarik. Menumbuhkan kesadaran dengan menggunakan influencer yang memang memiliki pengikut cukup besar.

Ditambah dengan membuka kerjasama dengan media mainstream yang seharusnya lebih masif mengkampanyekan tahapan dari KPU Berau.

“Mungkin saja kerjasama itu berjalan, tapi tidak masif,” ujar dia.

Ia menyarankan agar ke depan, baik penyelenggara maupun para paslon tak malas dalam berinovasi. Sebab, penyelenggara dibayar oleh negara untuk membuat terobosan yang dapat meningkatkan partisipasi pemilih.

Bukan dengan menghabiskan anggaran untuk menyewa saluran TV nasional. Yang mana anggaran tersebut tak dirasakan langsung oleh para pelaku usaha di Berau. Sebab metode itu hanya dinikmati oleh kalangan terbatas saja.

“Manfaatkan anggaran sebaik mungkin, jangan mubazir dengan uang yang dihasilkan dari pajak masyarakat,” tegas dia.

Lalu, terkait dengan ketertarikan masyarakat dengan figur calon kepala daerah saat melakukan kampanye tatap muka.

Dimana komunikasi yang cenderung satu arah, tak akan membuat para tim kampanye mendapatkan keluhan masyarakat secara utuh.

Sehingga, pemilih tak akan merasa terwakilkan dengan tawaran program yang disampaikan baik oleh calon maupun juru kampanye.

“Orang dipaksa manggut-manggut dan teriak yel-yel aja. Itu tidak menarik,” ujar dia.

Menurutnya, era modern seperti saat ini metode kampanye sudah berubah. Warga harus dilibatkan secara aktif dalam mengkomunikasikan keinginannya lebih utuh.

Tujuanya, agar para calon pemimpin mendapatkan keluhan secara baik dan dirumuskan lewat program yang tepat sasaran.

Ia mengatakan, setiap warga yang datang ke kampanye paslon. Akan membawa keluhan yang beragam. Tak dapat digeneralisir melalui keinginan yang sistematis oleh para calon.

“Ada yang susah dapat tabung gas, ada yang sulit air bersih, itu semua aspirasi dan harus didengarkan oleh calon,” bebernya.

Sementara itu, Rachul (bukan nama sebenarnya), mengaku tak mengambil hak suaranya pada 27 November lalu. Sebab, tak ada paslon yang mewakili keresahannya sebagai pelaku usaha yang menginginkan kemajuan produknya dikenal lebih luas.

“Sudah sering liat mereka kampanye, tapi saya tidak tergugah,” ucap dia.

Menurutnya, gaya kampanye pun tak ada yang berubah dalam setiap agenda pemilihan. Masyarakat diminta untuk menikmati ‘sayur dan ikan yang siap santap’ tanpa diberikan kesempatan untuk memilih menu makanan.

“Gayanya monoton juga memang, begitu-begitu aja,” ucap Rachul yang menemui masa pemilihan keempatnya.

Senada, Rinjani Angelina, warga Tanjung Redeb, mengatakan pada saat hari pemungutan suara, dirinya memanfaatkan untuk liburan. Tanpa mau ribet datang ke TPS untuk memilih calon kepala daerah.

“Mending libur, santai aja mas,” kata dia. (*)