“Kami Komitmen Berikan yang Terbaik untuk Warga Berau”

TANJUNG REDEB – Kepala Bandara Kalimarau Berau kini telah berganti. Adalah Patah Atabri yang kini menjadi nakhoda baru bandara yang terletak di Kecamatan Teluk Bayur.

Sektor penerbangan menjadi salah satu sektor penting di Bumi Batiwakkal dalam hal transportasi. Banyaknya pekerja luar daerah yang bekerja di sektor pertambangan membuat keberadaan Bandara Kalimarau sangat penting. Bandara ini juga menjadi pintu masuk penting wisatawan yang ingin menikmati keindahan alam Berau.

Dengan puluhan tahun pengalamannya di dunia penerbangan, Patah diharapkan bisa membawa kemajuan di Bandara Kalimarau. Menambah jumlah maskapai yang mendarat yang pada akhirnya meningkatkan jumlah penumpang di bandara ini. 

Lahir bukan dari keluarga yang hidup mewah, Patah harus berjuang sejak kecil untuk menggapai mimpinya.

Patah lahir di Blora, Jawa Tengah, 16 Juli 1977. Dia adalah anak dari pasangan Joko Suyono dan Siti Yatini yang sekolahnya tak paripurna.

Tak memiliki pendidikan yang memadai, orang tua Patah hanya bekerja sebagai petani di sebuah petak lahan kecil di Blora.

Kondisi itu memotivasinya untuk keluar dari kemiskinan bermodalkan tekad dan sedikit nekat. Sebab dia bertekad menuntaskan pendidikan hingga perguruan tinggi.

Patah menjalani pendidikan wajib 12 tahunnya di Blora. Selama 6 tahun di SDN 03 Ngawen, lalu SMP 01 Ngawen, dan SMA I Tunjungan.

“Lulus SMA saya enggak mau dibelikan motor. Pilihannya, motor atau sekolah. Saya pilih sekolah,” tutur pria yang akan berusia 48 tahun pada Juli mendatang.

Sejak kecil Patah mengaku sangat ingin menjadi anggota TNI. Setelah lulus SMA, pada 1996, dirinya memberanikan diri untuk mendaftar pertama kali sebagai anggota TNI, namun gagal. Pada tahun berikutnya, ia kembali mencoba dan gagal lagi. Tahun 1998, ia mencoba lagi dan hasilnya selalu sama: gagal.

Namun, pada tahun berikut, 1999, mimpi Patah untuk mengabdi kepada negara sebagai anggota TNI tetap ada. Namun, ia putar haluan lewat jalur lain.

Pada tahun peralihan kekuasaan Presiden Soeharto ke Presiden BJ Habibie saat itu, ia mendaftar ke Politeknik Penerbangan Indonesia Curug di Tangerang, Banten.

Sekolah tersebut ia ketahui berkat membaca koran bekas setiap hari dari langganan sekolah. Maklum, saat itu, internet belum dikenal. 

“Saya ini miskin, tidak bisa terus seperti itu. Lewat baca koran, saya tahu ada informasi penerimaan mahasiswa baru di sekolah penerbangan,” kenangnya.

Patah pun memutuskan untuk merantau ke Tangerang. Sebelumnya, dia harus turun lebih dulu ke Jakarta, sebelum sampai ke Politeknik Penerbangan Curug.

Saat itu, uang sakunya terbatas karena habis selama perjalanan menuju pusat pendidikan penerbangan itu. Usai mengikuti tes, dia bahkan harus bersabar menunggu pengumuman dengan menginap di musala kampus dan makan seadanya dari uang sisa perjalanan.

Pada Juni 1999, Patah resmi menjadi mahasiswa Politeknik Penerbangan Indonesia Curug. Sekolah kedinasan yang kebutuhannya disubsidi oleh negara, membuat aman hidup Patah saat itu.

Ia tak risau untuk makan hari ini dan esok. Ia hanya sibuk untuk belajar serius untuk memastikan studi selesai tepat waktu.

Sekolah penerbangannya saat itu kebetulan sampai di Diploma 3 dan ditempuh selama tiga tahun. Patah pun menyelesaikan pendidikan penerbangannya pada 2002.

Setelah lulus, pada 2003, Patah langsung bekerja di Bandara Internasional HAS Hanandjoeddin, Kabupaten Belitung. Tempat tugasnya ini juga yang mempertemukannya dengan sang istri, Niuvan Yuliastia. Mereka kemudian memutuskan untuk menikah pada 2004.

Cukup lama Patah mengabdikan dirinya di Belitung. Sejak masih menjadi tenaga honorer sampai Kepala Seksi Jasa Kebandarudaraan setelah menyandang status PNS pada 2004.

“Kami dikaruniai satu orang anak, Oktaviano. 11 tahun saya mengabdi di Belitung,” Patah bercerita.

Sekira 5 tahun mengemban jabatan kepala seksi, pada 2015, Patah dimutasi sebagai Kepala Kantor Unit Penyelenggara Bandar Udara Kelas III Maimun Saleh, Sabang, Aceh, selama satu tahun dan harus meninggalkan anak dan istrinya di Belitung.

“Di sana saya mengaktifkan penerbangan perdana dari Bandara Kualanamu Medan ke Sabang. Pakai pesawat ATR Garuda,” kata dia.

Moncer mengelola bandara di titik 0 Indonesia, Patah ditarik ke Kementerian Perhubungan di Jakarta pada 2016. Saat itu, Menteri Perhubungan dijabat Ignasius Jonan. Dia menjabat sebagai Kepala Subdirektorat Standardisasi dan Kerja Sama di Direktorat Jenderal Penerbangan (Perhubungan Udara).

Patah mendapat giliran untuk berangkat ke ibu kota yang merupakan program pertukaran SDM dari kebijakan Menhub Jonan saat itu. Ia menjabat di Kementerian Perhubungan selama satu tahun.

“Itu programnya yang pusat ke daerah dan daerah ke pusat,” sebutnya.

Lalu, Patah kembali dimutasi menjadi Kepala Kantor Unit Penyelenggara Bandar Udara Kelas III Nanga Pinoh, Kalimantan Barat, selama 1 tahun 8 bulan hingga 2020. Ini merupakan perdana baginya mengetahui kultur warga Kalimantan.

Setelahnya, dia dipindah lagi ke Bandara Kelas II Tebelian Sintang, Kalimantan Barat, dengan posisi yang sama. Di bandara ini, masa pengabdian Patah cukup lama, yakni 5 tahun 4 bulan.

Masa kerjanya di Kalimantan Barat memang cukup panjang karena Patah harus memastikan proses pembangunan bandara baru, yakni Bandara Singkawang, yang saat itu peresmiannya dilakukan langsung Presiden RI ke-7, Joko Widodo.

“Setiap hari harus jalan 300 kilometer, 10 jam lamanya untuk mengawasi pembangunan bandara itu,” sebutnya.

Kemahiran Patah dalam mengelola bandara digancar kepercayaan Kemenhub dengan menugaskannya ke Bandara Kelas II H Hasan Aroeboesman di Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur (NTT), pada 2024. Selama 11 bulan mengabdi, di bandara itu Patah mendapatkan Satyalancana Karya Satya 20 tahun sebagai ASN.

“20 tahun saya mengabdikan diri untuk hidup di dunia penerbangan,” kata Patah dengan penuh keyakinan.

Memasuki 22 tahun pengabdian, Patah dimutasi lagi sebagai Kepala Bandara Kalimarau, Berau. Bandara yang tengah berupaya mengembalikan masa kejayaan pasca dihantam badai pandemi Covid-19.

Patah pun resmi menjabat Kepala Bandara Kalimarau menggantikan Ferdinan Nurdin yang ditunjuk sebagai Kepala Otoritas Bandara Wilayah VII Balikpapan.

Menurutnya, karakteristik bandara yang berstatus Badan Layanan Umum (BLU) membutuhkan jiwa entrepreneurship yang memadai. Sebab, asupan dana dari APBN sangat terbatas, sehingga Bandara Kalimarau harus bisa bertumbuh menjadi pelayan transportasi udara yang lebih mandiri dan inovatif dari segi bisnis.

“Harus satset melihat peluang, bandara ini membuka peluang bagi siapapun yang mau berinvestasi,” tuturnya.

Dua tahun dipimpin Ferdinan Nurdin, menurutnya, sisi bisnis di bandara yang melayani lima kabupaten tersebut sudah kembali bergairah. Penerbangan lintas pulau sudah semakin banyak, terutama ke Pulau Jawa.

Mental bisnis yang berdampak pada konektivitas tetap harus dijaga. Bahkan, akan dikembangkan dengan menambah penerbangan ke Jakarta.

Rencananya, dalam 100 hari kerja, dia akan berupaya memasukkan maskapai Pelita Air untuk penerbangan ke Jakarta. Rute sama yang saat ini dilayani maskapai Citilink dan Batik Air.

Dia juga memberikan pendapatnya terkait upaya yang dapat dilakukan untuk semakin menekan harga tiket di daerah. Menurut, mahalnya harga tiket pesawat sudah menjadi isu nasional dan atensi pemerintah pusat.

“Semakin banyak rute yang sama, maka persaingan harga semakin ketat,” sebut dia.

Ditanya apakah harga tiket bisa kembali ke harga sebelum pandemi Covid-19, Patah menegaskan kondisi itu mustahil mengingat biaya per liter avtur yang dahulu di kisaran Rp6 ribu per liter, kini harus diraih dengan harga Rp13-15 ribu per liter.

Belum lagi faktor pajak yang saat ini telah ditetapkan sebesar 12 persen. Hal itu akan kian menyulitkan untuk menurunkan harga tiket pesawat domestik di Berau agar sama dengan tahun sebelumnya.

Apalagi, kata dia, jumlah pesawat yang aktif beroperasi pada penerbangan domestik makin berkurang, dari sekitar seribu pesawat, kini tersisa 300-400 pesawat.

“Tapi kami tidak akan menyerah. Kami komitmen berikan yang terbaik untuk warga Berau,” ucapnya penuh keyakinan.

Sektor ekonomi maritim di Bumi Batiwakkal, kata Patah, menjadi salah satu orientasi bisnis penerbangan yang akan terus dijaga. Potensi yang sejauh ini dilirik oleh maskapai penerbangan selain menjadi transportasi perjalanan masyarakat.

Menurutnya, pemerintah daerah memiliki peran penting dalam langkah ini. Memastikan setiap komoditas kargo yang keluar dari Bumi Batiwakkal memiliki stempel resmi Pemkab Berau (SKA Berau).

Sehingga, keuntungan pajak untuk daerah dan bandara terus berjalan berkesinambungan di tengah naik turunnya jumlah penumpang di Bandara Kalimarau. 

Dia menyebut, jumlah pergerakan penumpang pada 2024 mencapai 403.000 orang. Sementara pada 2023 mencapai 350.000 orang.

Sementara untuk jasa kargo, tercatat pengiriman sampai keluar negeri, seperti Malaysia, Singapura, dan China, mencapai 30 ton.

“Ekspor hasil laut sangat potensial. Ini program dari Pak Ferdinan yang akan terus kami optimalkan dan kembangkan,” kata dia. (*)