TANJUNG REDEB – Hujan deras yang terus mengguyur Kabupaten Berau selama beberapa pekan terakhir telah membawa dampak serius.
Tak hanya menyebabkan jalanan becek dan saluran air meluap, tetapi juga memaksa warga menghadapi kenyataan pahit. Air masuk ke rumah, sawah terendam, dan aktivitas harian lumpuh total. Terutama yang bermukim di bantaran Sungai Kelay dan Segah.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mencatat, Mei 2025 menjadi bulan dengan intensitas hujan tertinggi sepanjang tahun ini. Bahkan, melampaui curah hujan Januari yang biasanya dikenal sebagai puncak musim hujan.
“Secara data, curah hujan pada Mei 2025 tercatat mencapai 440,7 milimeter. Ini merupakan angka tertinggi sepanjang tahun berjalan,” ujar Prakirawan BMKG Berau, Egi.
Ia menjelaskan, angka tersebut tidak bisa dianggap remeh. Curah hujan sebesar itu termasuk dalam kategori ekstrem dan berpotensi besar memicu bencana hidrometeorologi, seperti banjir, tanah longsor, dan genangan air berkepanjangan.
Anomali ini bukan terjadi secara kebetulan. Jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, curah hujan di Mei 2025 jauh melampaui rata-rata.
“Biasanya Januari adalah bulan dengan curah hujan tertinggi. Tapi tahun ini, justru Mei yang paling ekstrem. Ini menunjukkan adanya perubahan pola cuaca,” lanjut Egi.
Data kumulatif sejak awal tahun pun menunjukkan peningkatan signifikan dibandingkan periode yang sama di tahun-tahun sebelumnya.
Menurut Egi, banyak faktor yang memengaruhi tingginya intensitas hujan kali ini. Mulai dari pemanasan lautan akibat fenomena La Nina ringan, hingga pergerakan angin monsun yang lebih aktif dari biasanya.
Dampaknya langsung dirasakan masyarakat. Di sejumlah wilayah hulu, baik Kecamatan Kelay dan Segah, permukaan air sungai meningkat drastis.
Permukiman warga di daerah rendah menjadi korban pertama. Rumah-rumah terendam, kegiatan belajar-mengajar terganggu, dan para petani mengeluh karena gagal panen akibat sawah yang tak dapat ditanami.
Bahkan, di beberapa titik, akses jalan utama sempat tertutup karena banjir yang meluap.
“Padahal biasanya, Mei sudah mulai masuk musim kemarau,” ujarnya.
Meski curah hujan mulai menurun di akhir Mei, BMKG tetap mengimbau masyarakat dan pemerintah daerah untuk tetap waspada.
Kondisi atmosfer dinilai masih cukup labil, hujan dengan intensitas sedang hingga tinggi masih berpotensi terjadi pada awal Juni.
“Tidak menutup kemungkinan terjadi puncak kedua, apalagi jika ada gangguan dari sistem cuaca seperti bibit siklon tropis. Kami akan terus memperbarui informasinya,” jelas Egi.
Fenomena ini menjadi pengingat bahwa perubahan iklim bukan lagi isu global yang jauh dari kenyataan kita.
Kabupaten Berau yang selama ini relatif aman dari bencana banjir besar, kini turut merasakan dampak nyata dari ketidakstabilan cuaca.
“Dulu, musim hujan dan kemarau bisa diprediksi dengan cukup jelas. Sekarang, cuaca bisa berubah drastis, siang panas, malam hujan deras. Ini harus menjadi perhatian kita bersama,” pungkasnya. (*)