TANJUNG REDEB – Munculnya dua bukti kuitansi pembayaran penanganan perkara nomor 18 tentang sengketa tanah warisan di Pengadilan Negeri Berau menyita perhatian publik, khususnya masyarakat Batiwakkal.
Pasalnya, publik seolah dipertontonkan dengan gampangnya ‘membeli’ keadilan di Kabupaten Berau. Dari mana kuitansi-kuitansi itu tersebar hingga ke tangan kuasa hukum tergugat, yang seharusnya tersimpan rapi di tangan penggugat?
Kuasa Hukum Yulianto, selaku turut tergugat I, Saharuddin, menjelaskan bahwa kuitansi tersebut diberikan secara sukarela oleh saksi fakta, yang sebelumnya berada di pihak internal pengacara penggugat.
Dia menjelaskan, kuitansi itu sampai ke tangannya karena saksi fakta merasa disakiti dan dikecewakan oleh pihak yang dibelanya.
Bahkan, tanpa dipaksa, saksi fakta datang ke kantornya untuk melaporkan perkaranya, serta menunjukkan sejumlah bukti kuitansi pembayaran suap yang diserahkan ke F di rumah dinas oknum hakim.
“Saksi fakta datang dengan tujuan ingin membongkar kejahatan pihak mereka, yang bekerja sama dengan hakim yang menjadi majelis hakim perkara nomor 18 di PN,” ungkapnya.
Awal dilakukan transaksi, saksi fakta merupakan orang yang terlibat langsung dalam negosiasi dengan oknum hakim berinisial M, dan ada juga oknum F yang namanya tertuang di kuitansi.
Pada saat negosiasi berlangsung, saksi fakta bercerita bahwa saat datang ke rumah dinas M, dirinya datang bersama dua orang rekannya. Namun, hanya saksi fakta yang diperbolehkan masuk.
Awalnya, oknum hakim tersebut meminta Rp2,5 miliar untuk kabul gugatan, namun terjadi tawar menawar hingga tiga kali. Kesepakatan pun terjadi di angka Rp1,5 miliar.
“Dengan catatan, sebagai tanda bukti telah ada kesepakatan, oknum ini minta dua unit smartphone mewah. Smartphone ini untuk oknum hakim M dan satu untuk L selaku ketua majelis hakim di perkara nomor 18,” jelasnya.
Berjalan waktu, di saat persidangan berjalan, si oknum mulai menanyakan nilai yang sudah disepakati, yakni Rp1,5 miliar. Namun, pihak prinsipal dari saksi fakta baru bisa menyiapkan anggaran Rp500 juta.
Uang tersebut kemudian dibawa ke rumah dinas oknum hakim. Uang itu dibawa oleh tim lawyer penggugat berinisial S dan D yang namanya tertuang di kuitansi.
Saat uang hendak diterimakan, menurut keterangan saksi fakta, pihak lawyer penggugat meminta serah terima uang itu dibukukan dengan kuitansi. Awalnya, F yang mengaku asisten hakim, tidak bersedia karena takut terbongkar.
“Tapi prinsipal D tetap berkeras, dirinya ingin ada bukti untuk memastikan uang itu benar-benar diterima. Pihak F kemudian bersedia membuat kuitansi. Dan saksi fakta juga mengatakan, yang menulis kuitansi itu adalah F,” jelasnya.
Saat penyerahan uang, diceritakan saksi fakta, ada oknum hakim berinisial M, F, dan ada juga tim dari pengacara penggugat S dan D. Tapi karena belum cukup Rp1,5 miliar, maka oknum hakim minta jaminan.
Dari keterangan saksi fakta, kata Sahruddin, jika uang Rp1,5 miliar itu sudah terbayar lunas, maka oknum M akan membantu pihak penggugat ketika tergugat melakukan banding.
“Dijaminkanlah SHM yang menjadi objek sengketa di Jalan H. Isa 1 Tanjung Redeb. Perbuatan mereka ini telah mencederai keadilan di Kabupaten Berau. Kasihan warga yang tidak mampu,” pungkasnya. (*)