TANJUNG REDEB – Puluhan warga yang mengatasnamakan Aliansi Masyarakat Lingkar Tambang Sambarata  menggelar aksi demo di halaman Kantor Bupati Berau, Senin (23/6/2025).

Mereka mendesak pemerintah turut serta menyelesaikan konflik antara pekerja dengan PT Prima Sarana Gemilang (PSG).

Salah satu koordinator aksi, Andhika Rizal, menjelaskan, aksi kali ini menuntut keseriusan Pemerintah Kabupaten Berau dalam menyelesaikan konflik sosial antara masyarakat lingkar tambang dengan PT PSG.

“Kami mendesak Pemerintah Kabupaten Berau untuk tidak lepas tangan dan segera mengambil langkah konkret agar konflik tidak semakin meluas dan memanas,” jelasnya.

Dia mengatakan, pemerintah daerah harus bertindak tegas ketika ada masyarakat Berau yang mendapat intimidasi oleh manajemen perusahaan.

Apalagi, di Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2018 diatur tentang perlindungan pekerja lokal. Namun, hingga saat ini, fungsi dari perda tersebut hampir tak terlihat.

Padahal, Perda ini bertujuan untuk melindungi hak-hak tenaga kerja lokal, memastikan kesempatan kerja yang adil, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal.

“Dan ini seolah tak terlihat berpihak kepada kami. Makanya kami meminta pemerintah turun tangan menyelesaikan persoalan ini,” tegasnya.

Sebelumnya, para pekerja juga pernah menggelar demonstrasi serupa. Saat itu, mereka meminta manajemen PT PSG yang beroperasi di site Sambarata segera angkat kaki dari Kabupaten Berau.

Desakan muncul menyusul memanasnya situasi di lapangan yang dinilai tak kondusif akibat kebijakan perusahaan yang dianggap merugikan masyarakat lokal.

Tuntutan tersebut ditujukan kepada Project Manager, Head IRGA, dan PJS Humas/External PT PSG. Sejumlah tokoh dan masyarakat menilai, berbagai kebijakan perusahaan menjadi penyulut konflik sosial di sekitar wilayah tambang.

Menanggapi hal itu, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Berau, Zulkifli Azhari, menegaskan, penyampaian aspirasi oleh masyarakat adalah hak yang dijamin oleh undang-undang.

Menanggapi tuntutan aksi yang berkaitan dengan dokumen Antar Kerja Daerah (AKAD) dan Akad Kerja Lokal (AKL), Zulkifli menjelaskan hal tersebut merupakan kewenangan Dinas Ketenagakerjaan Kalimantan Timur.

“Jadi, kami di kabupaten tidak bisa mengeluarkan atau memverifikasi dokumen tersebut. Tapi, tentu aspirasi ini akan kami sampaikan kepada pihak perusahaan, dalam hal ini PT PSG,” katanya.

Zulkifli menambahkan, apabila tenaga kerja dari luar daerah telah memiliki dokumen AKAD atau AKL yang sah dari provinsi, maka kehadiran mereka dinyatakan legal secara hukum.

Dia juga menyebut momentum ini menjadi catatan penting bagi semua pihak, terutama dalam memperkuat pengawasan dan penegakan regulasi ketenagakerjaan.

“Khususnya di wilayah pertambangan Kabupaten Berau,” pungkasnya. (*)