TANJUNG REDEB – Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Berau Barat, Rudi Ashar, mengaku tidak mengetahui secara pasti siapa pemilik lahan kelapa sawit yang berada di atas kawasan Hutan Tanaman Industri (HTI) seluas 10.714 Hektare di Kampung Tepian Buah, Kecamatan Segah, yang baru-baru ini ditertibkan Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH). 

Namun, Rudi menduga perkebunan kelapa sawit tersebut dikelola oleh masyarakat.

Dugaan itu menguat setelah KPHP Berau Barat sebelumnya mengamankan satu unit excavator yang digunakan untuk membuka lahan seluas 5 hektare di Kawasan HTI.

“Diduga kebun sawit dan aktivitas perambahan itu dilakukan oleh masyarakat,” ujar Rudi saat dihubungi Berauterkini, Rabu (18/6/2025).

Rudi menegaskan, tidak ada satu pun perusahaan sawit yang memiliki izin untuk beroperasi di kawasan tersebut. 

Namun, ia juga tidak menampik kemungkinan bahwa hasil sawit dari kebun ilegal itu dijual ke perusahaan yang memiliki sertifikat Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO).

“Itu sangat mungkin terjadi. Karena buah sawit itu pasti ada yang menampung. Tapi siapa yang menampung, saya tidak tahu,” tambahnya.

Lebih lanjut, Rudi menegaskan, perusahaan pemegang sertifikat ISPO dilarang keras membeli Tandan Buah Segar (TBS) dari lahan bermasalah.

“Soal itu, sebaiknya ditanyakan langsung ke Dinas Perkebunan. Sepengetahuan saya, itu tidak diperbolehkan,” jelasnya.

Dikonfirmasi terpisah, Kepala Dinas Perkebunan Berau, Lita Handini, membenarkan larangan tersebut. Menurutnya, perusahaan bersertifikat ISPO memang tidak boleh menerima atau membeli TBS dari kawasan HTI.

“Tidak boleh. Terlebih bagi perusahaan yang sudah mengantongi sertifikat ISPO,” ujarnya.

Namun, saat ditanya apakah ada perusahaan yang sudah dikenakan sanksi karena menampung TBS dari kawasan terlarang, ia menyebut hingga kini belum ada temuan.

“Belum ada. Karena memang cukup sulit mengidentifikasi asal usul buah sawit yang masuk ke pabrik,” pungkasnya. (*)