TANJUNG REDEB – Keinginan untuk membantu keluarga mengubah sebuah tantangan menjadi peluang.
Itulah yang terjadi pada Diah Arum Savitri, sosok inspiratif di balik usaha sambal berbasis ikan tuna dengan nama Tedas, akronim dari Teman Makan Pedas.
Kini, Tedas telah menjadi salah satu produk unggulan yang membawa nama Berau ke ritel nasional.
Usaha ibu dua anak yang akrab disapa Arum ini dimulai pada 2019 dengan nama varo’sfire. Produknya fokus pada sambal bawang tanpa tambahan ikan. Arum berhasil menjual hingga 100 botol dalam sebulan.
“Walaupun skalanya masih terbatas, dulu terjual 100 botol sebulan itu sudah sangat lumayan bagi saya,” kenang Arum.
Namun, keadaan berubah pada 2021 saat pandemi COVID-19 melanda. Sebagai istri seorang karyawan tambang, Arum mendapat pelatihan dari perusahaan yang memberdayakan para istri karyawan.
“Dari pelatihan itulah, lahir nama Tedas, pengganti varo’sfire. Itu juga dibantu oleh mentor karena untuk membangun usaha kita membutuhkan branding,” jelasnya.
Kala itu, pandemi yang membuat harga ikan tuna di Berau turun drastis, justru menjadi peluang untuk memanfaatkan kekayaan laut lokal. Akhirnya, Arum mengambil keputusan untuk menggunakan ikan tuna ke dalam produk sambalnya.
“Lagi-lagi dengan bimbingan mentor, Tedas mulai memproduksi sambal tuna yang ikannya diperoleh dari laut Berau,” terangnya.
Seiring waktu, Tedas terus berinovasi dalam pengemasan dan proses produksi. Jika sebelumnya sambal hanya tahan sebulan, kini sambal Tedas dapat bertahan hingga enam bulan karena teknik sterilisasi dan vakum yang telah dipelajari.
Arum menjelaskan, proses produksi dilakukan dua hari sekali dengan jadwal yang sudah ditetapkan.
Dari menjual 100 botol sebulan pada 2019, kini Tedas mampu menjual 600 botol per bulan. Bahkan, bisa lebih pada bulan bulan tertentu, seperti Ramadhan dan hari besar lainnya.
Sambal Tedas telah tersedia di ritel lokal di Berau. Bahkan ada di Surabaya melalui kemitraan dengan pusat oleh-oleh (Pusol) Bu Rudy, salah satu destinasi kuliner ternama.
“Alhamdulillah sekarang kami juga sudah masuk di Bu Rudy Surabaya,” ujarnya dengan bangga.
Namun, Arum juga menghadapi beberapa kendala, seperti biaya kemasan yang tinggi, karena harus memesan dari luar.
“Yang jadi kendala utama itu ya pemesanan kemasan karena harus beli di luar Berau. Kalau bahan baku utama semuanya ada saja di sini,” terangnya.
Selain itu, harga cabai dan bahan baku lainnya yang sering berfluktuasi juga menjadi kendala. Di tengah persaingan harga, Arum berusaha tetap memberikan peluang kerja bagi masyarakat lokal dan menjaga kualitas produk.
Kini, dengan dua karyawan dan berbagai inovasi, Tedas terus melangkah maju sebagai salah satu ikon kuliner dari Bumi Batiwakkal.
Dengan memperhatikan SOP dari Dinas Kesehatan, Tedas memiliki ruang produksi terpisah yang sesuai standar.
Selain itu, produk ini juga telah memiliki Hak Kekayaan Intelektual (HAKI), Pangan Industri Rumah Tangga (PIRT), Nomor Induk Berusaha (NIB), sertifikat halal, serta sedang dalam proses memperoleh izin BPOM.
Dinas terkait, seperti Diskoperindag Berau, juga memberikan dukungan melalui sosialisasi dan kurasi untuk masuk ke ritel modern, seperti Alfamart dan Indomaret.
Meski belum sepenuhnya terealisasi, Arum merasa bersyukur atas setiap peluang yang datang.
“Saya ingin membuktikan bahwa produk lokal Berau memiliki potensi besar untuk bersaing di pasar nasional,” bebernya.
Arum yakin, fokus pada bahan baku lokal dan pengolahan yang berkualitas tinggi membuat sambal tuna ini memiliki daya saing tersendiri.
Dari Berau hingga Surabaya, sambal Tedas tidak hanya menjadi teman makan pedas, tetapi juga simbol semangat wirausaha yang membanggakan. (*/Adv)