BERAU TERKINI – Usaha untuk menghidupkan kembali tarian khas Berau yakni Jappin Sidayang dilakukan oleh komunitas Tepian Kolektif.

Di tengah arus modernisasi yang kian deras, sekelompok anak muda di Berau mencoba menyalakan kembali api tradisi melalui tubuh dan gerak.

Mereka adalah Tepian Kolektif, komunitas seni yang selama empat tahun terakhir meneliti, mendokumentasikan, dan menghidupkan kembali Jappin Sidayang, tarian khas suku Banua yang sarat nilai spiritual dan sejarah lokal.

Salah satu penggeraknya adalah Melynda Adriani, bersama Primadana Afandi, dan Wendi Pratama yang meyakini bahwa pelestarian budaya tidak harus berhenti di panggung pertunjukan.

Tepian Kolektif menggelar Lokakarya Jappin Sidayang di sejumlah sekolah di Berau (Ist)
Tepian Kolektif menggelar Lokakarya Jappin Sidayang di sejumlah sekolah di Berau (Ist)

“Kami ingin membawa pengetahuan ini langsung ke ruang kelas, agar anak-anak mengenal warisan budaya mereka sejak dini,” katanya.

Program itu mereka sebut “Dari Tubuh ke Ruang Kelas, Lokakarya Jappin Sidayang.” Sebuah lokakarya keliling sekolah yang mempertemukan para pelajar dengan seni gerak tradisi bukan sekadar untuk menari, tapi memahami maknanya.

Selama dua hari, 8-9 Oktober 2025, Tepian Kolektif mengunjungi empat sekolah, SMPN 6 Tanjung Redeb, SMAN 7 Berau, SMPN 1 Sambaliung, dan SMAN 4 Berau.

Sebanyak 80 siswa ikut ambil bagian dalam kegiatan yang berlangsung dari pukul 08.00 hingga 15.00 WITA.

Hari pertama digelar di SMPN 6 Tanjung Redeb, menghadirkan 40 peserta dari dua sekolah. Hari kedua berlanjut di SMPN 1 Sambaliung, dengan jumlah peserta serupa. Sekolah-sekolah itu dipilih bukan tanpa alasan.

Tepian Kolektif menggelar Lokakarya Jappin Sidayang di sejumlah sekolah di Berau (Ist)
Tepian Kolektif menggelar Lokakarya Jappin Sidayang di sejumlah sekolah di Berau (Ist)

“Kami ingin keluar dari pusat kota, menuju sekolah-sekolah di pinggiran, tempat di mana semangat seni tetap hidup, meski jarang tersentuh pelatihan,” jelas Melynda.

Banyak di antara siswa yang berasal dari Rantau Panjang, Labanan, Sambaliung, hingga Gunung Tabur wilayah yang aksesnya terhadap kegiatan seni masih terbatas. Namun, semangat mereka justru luar biasa.

“Di Sambaliung, misalnya, beberapa pelajar sudah punya dasar menari Jappin. Kami datang untuk memperkuat itu, memberi pemahaman bahwa menari juga berarti mengenal akar budaya sendiri,” tambahnya.

Lokakarya dibagi menjadi dua sesi. Sesi pertama memperkenalkan zine “Jappin Sidayang Tubuh, Waktu, Warisan”, hasil dokumentasi riset selama empat tahun yang memuat kisah hidup maestro Adji Rasman serta tutorial gerakan dasar Jappin Sidayang.

Sesi kedua adalah praktik. Para siswa diajak mempelajari berbagai motif gerak, mulai dari Salam Pembuka, Kepala Bassai, Lonjakan, Lilit Kacang, hingga Wainak sebagai penutup. Di akhir kegiatan, tiap kelompok tampil membawakan satu repertoar lengkap, menarikan kembali hasil belajar mereka dengan penuh semangat.

“Padahal waktunya hanya sekitar lima jam, tapi semangat anak-anak luar biasa. Mereka cepat menangkap makna gerak, bukan sekadar meniru,” ujar Melynda dengan bangga.

Tepian Kolektif menggelar Lokakarya Jappin Sidayang di sejumlah sekolah di Berau (Ist)
Tepian Kolektif menggelar Lokakarya Jappin Sidayang di sejumlah sekolah di Berau (Ist)

Lokakarya ini menjadi lanjutan dari acara Malam Sidik Sidayang yang digelar pada 29 April 2025 bersama maestro Adji Rasman. Hasil dari seluruh rangkaian kegiatan tersebut kini tersimpan dalam bentuk zine yang dibagikan ke setiap sekolah peserta.

Bagi Melynda, lokakarya ini bukan akhir, melainkan awal dari perjalanan panjang. Tepian Kolektif berencana memperluas program ke lebih banyak sekolah di Berau dan sekitarnya.

“Kami percaya setiap anak di Berau berhak mengenal dan mencintai budayanya sendiri,” tutupnya.(*)