BERAU TERKINI – Kemunculan buaya di kawasan pemukiman penduduk kian meresahkan. Tak hanya di kampung, kini kawasan sungai di perkotaan turut menjadi tempat hewan predator itu mencari mangsa.
Pertengahan Oktober lalu, seorang pemuda di Kampung Teluk Sulaiman, Kecamatan Bidukbiduk, tewas usai diserang biaya saat tengah memanah ikan. Atas kejadian ini, warga yang mulai kesal memutuskan mencari dan membunuh buaya liat di kampung tersebut.
Beberapa hari berselang, warga digegerkan adanya seekor buaya sedang memantau mangsanya di samping Sekretariat Kwarcab Pramuka Berau.
Lalu, seekor buaya sepanjang tiga meter juga muncul di gorong-gorong rumah warga di Jalan Pulau Semama, Tanjung Redeb.
Deretan kasus kemunculan dan serangan buaya ini membuat warga dan pemerintah risau. Pemerintah diminta segera mencari solusi terbaik atas semakin merajalelanya buaya di kawasan permukiman.
Wakil Bupati Berau, Gamalis, menyebut, pembangunan tempat penangkaran buaya menjadi salah satu langkah konkret yang dapat ditempuh untuk menekan sebaran buaya.
Menurutnya, penangkaran disebut lebih aman lantaran buaya yang berkeliaran dapat diamankan oleh petugas dari BPBD Berau bekerja sama dengan BKSDA Kalimantan Timur tanpa harus membunuh predator yang masuk hewan dilindungi itu.
“Semakin meresahkan. Ini jadi atensi serius kami,” kata Gamalis kepada Berauterkini, Selasa (28/10/2025).
Dirinya menyebut, dalam urusan pembangunan kawasan penangkaran buaya, dibutuhkan izin yang harus diurus langsung ke Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), termasuk dengan kementerian yang memiliki kewenangan dalam penanganan hewan konservasi.
“Karena memang informasinya, urusan izin ini tidak lagi ditangani di BKSDA Kaltim. Semua muaranya di pemerintah pusat,” terangnya.
Kendati demikian, pemerintah tetap akan membahas serius rencana tersebut mengingat dukungan sudah muncul, baik dari eksekutif maupun legislatif, terkait rencana pembuatan penangkaran.
Gamalis mengatakan, dibutuhkan kesabaran dalam mengurai rumitnya persoalan perizinan pembuatan penangkaran buaya.
Akan tetapi, dengan bekal pengalaman berurusan ke pemerintah pusat, dia yakin hal ini bukan menjadi batu penghalang niat baik pemerintah.
Selain itu, dibutuhkan langkah terukur dengan melibatkan semua pihak, mulai dari instansi di pemerintah daerah, provinsi hingga kementerian, termasuk organisasi konservasi yang berada di Berau.
Semua pihak tersebut akan diminta untuk menggambarkan kebutuhan daerah dalam pembangunan kawasan konservasi buaya. Termasuk memastikan pemenuhan kebutuhan kajian strategis dalam perencanaan.
“Ini bisa melibatkan banyak pihak, termasuk organisasi yang fokus dalam ranah konservasi,” bebernya.
Dia menambahkan, kemunculan banyak buaya di kawasan pemukiman merupakan imbas dari pemanfaatan sumber daya alam yang berdampak serius terhadap habitat mereka.
Sebab, ketika sarang buaya diganggu, maka predator tersebut akan mencari tempat baru untuk bertahan hidup.
Oleh karenanya, dia meminta kepada pelaku industri, baik perkebunan maupun pertambangan, dapat mempertimbangkan dengan matang dampak dari aktivitas eksplorasi kekayaan alam di Berau.
“Sudah menjadi ketentuan, ketika tempat makan diganggu, maka buaya mencari tempat makan yang baru. Jadi masuklah ke pemukiman,” ungkapnya. (*/Adv)

