TANJUNG REDEB – Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Berau angkat suara atas pembabatan hutan peredam suara di belakang kawasan operasi PLTD Sambaliung.

Hutan yang sejatinya menjadi peredam suara bising dari mesin PLTD Sambaliung itu, mesti dibabat demi pembangunan daerah.

Wahid Hasyim, Kepala Bidang (Kabid) Aset BPKAD Berau, mengutarakan bahwa titik tersebut bakal dijadikan lokasi baru untuk tempat penampungan pasir perusahaan galian C yang beroperasi di Karang Mulyo.

Titik penumpukan pasir tersebut mesti direlokasi lantaran kawasan itu akan dibangun untuk pengembangan usaha air bersih Perumda Batiwakkal, guna meningkatkan produksi air bersih di SPAM Singkuang.

“Yang melakukan pematangan lahan adalah DPUPR Berau,” ungkap Hasyim saat dikonfirmasi oleh awak berauterkini.co.id, Jumat (21/2/2025).

Pemenuhan kebutuhan air bersih masyarakat Bumi Batiwakkal disebut sebagai alasan konkret pemerintah melakukan relokasi dan menggunduli hutan di sekitar PLTD Sambaliung. Kesepakatan tersebut telah melalui proses diskusi semua pihak, termasuk warga di Sambaliung.

“Ini sudah sesuai kesepakatan,” kata dia.

Ia menjelaskan bahwa status hutan di lahan kawasan PLTD Sambaliung seluas 5,8 hektare (Ha) termasuk dalam 11 Ha lahan yang merupakan tanah aset pemerintah, yang kemudian digunakan untuk operasional pembangkit listrik seluas 3,8 Ha. Sementara sisanya masih dalam tahap pembangunan.

Hasyim mengatakan bahwa suara bising tersebut bukan hal baru bagi warga sekitar. Keluhan tersebut telah diutarakan warga, khususnya yang bermukim di Jalan Bayanuddin dan sekitarnya.

“Memang suara bising itu dari aktivitas PLTD,” kata dia.

Dirinya juga menceritakan awal mula digunakan kawasan tersebut sebagai area operasi PLTD Sambaliung. Dahulu, PLTD Sambaliung masih beroperasi di Jalan S.A. Maulana, persis di lokasi kantor PT PLN UP3 Berau.

Seiring perkembangan pembangunan, kawasan tersebut semakin padat, sehingga pemerintah memutuskan untuk merelokasi pembangkit ke Sambaliung pada tahun 1978. Kawasan tersebut dahulunya belum dihuni oleh banyak orang.

Komentar tersebut mematahkan klaim warga yang mengaku lebih dulu tinggal di kawasan tersebut sejak 1991.

“Dulu masih hutan semua, makanya dikasih lahan 11 Ha oleh pemerintah untuk dibangun PLTD,” kata dia.

“Sekarang memang kawasan itu sudah padat, banyak warga yang tinggal di sekitar situ,” tambahnya.

Kendati demikian, pihaknya tetap meminta kepada perusahaan listrik pengelola PLTD Sambaliung untuk bertanggung jawab atas suara bising yang ditimbulkan dari mesin diesel, agar ke depan tidak ada pihak yang dirugikan dari visi pembangunan di Bumi Batiwakkal.

“Harus dirumuskan solusinya yang bisa diterima semua pihak,” tegas dia.

Diberitakan sebelumnya, Kabid Penaatan dan Peningkatan Kualitas Lingkungan Hidup DLHK Berau, Masmansur, menyampaikan bahwa tidak ada pihak yang mengetahui ihwal pembabatan hutan tersebut.

Hutan yang telah matang menjadi masalah yang muncul kemudian terkait polusi suara yang dipersoalkan warga. Kini tidak ada lagi pepohonan yang diandalkan untuk meredam suara bising mesin diesel PLTD Sambaliung.

“Tidak ada sama sekali pihak yang mengetahui itu, aneh,” ungkap Mansur saat ditemui di ruang kerjanya, Rabu (19/2/2025).

Termasuk pula pihak DLHK Berau yang seharusnya menerima laporan pembangunan terkait amdal, namun justru tidak tahu-menahu ihwal informasi tersebut.

“Kami juga tidak tahu siapa yang menggarap itu,” terangnya.

Dia menjelaskan bahwa dahulu pemerintah memberikan lahan tersebut untuk dibangun PLTD seluas 5,6 hektare (Ha). Saat ini, menurut pengakuan pihak PT PLN UP3 Berau, kawasan tersebut tersisa 3,8 Ha saja. Sementara sisanya tidak diketahui kepemilikannya.

“Nah di luar yang di land clearing itu, sisa lahan hanya 3,8 Ha saja,” ungkapnya.

Hanya saja, ihwal status lahan dan pembabatan hutan tersebut tidak berada dalam penanganan DLHK Berau. Terdapat bagian lain dari pemerintah yang dapat menyelesaikan persoalan tersebut.

“Karena memang tidak mungkin itu ada pihak yang berani garap lahan tanpa seizin pemiliknya,” kata dia.

Hanya saja, yang ia ketahui dalam penyelesaian tersebut berada dalam kewenangan bidang aset atau pertanahan di Pemkab Berau.

“Kami hanya pada ranah polusi udara,” ujar Mansur.

Sementara itu, Aditia Rahman, Bidang K3L PT PLN Nusantara Power PLTD Sambaliung, mengatakan bahwa pihaknya juga turut mencari informasi terkait pembabatan hutan tersebut.

“Kami tidak ada melakukan pembabatan hutan di belakang itu,” tegas Adi.

Ihwal status lahan kawasan yang dikelola oleh Nusantara Power sepenuhnya dimiliki oleh perusahaan holding yakni PT PLN UP3 Berau dan PT PLN Persero UID Kaltimra.

“Dari NP di sini juga numpang, kami tiap tahun bayar ke holding,” terangnya.

Adi menambahkan bahwa lahan yang dibabat itu bukan milik perusahaan listrik negara tersebut. Batas kepemilikan lahan hanya pada pagar berklir biru tersebut.

“PLN hanya memiliki sampai di pagar itu,” ungkap dia. (*)