TANJUNG REDEB, – Meski capaian Pendapatan Asli Daerah (PAD) melebihi target yang ditetapkan, namun tak semua objek pungutan daerah menyumbang pendapatan maksimal. Termasuk di antaranya Perusahaan Milik Daerah (Perusda).
Seperti diketahui, Pemkab Berau memiliki 5 perusahaan daerah aktif, baik itu yang berstatus konsorsium atau gabungan maupun yang 100 persen dimiliki daerah. Dua perusda yang berstatus konsorsium ialah, PT Indo Pusaka Berau (IPB), dan PT Hutan Sanggam Berau (HSB).
Sementara, dua perusahaan yang 100 persen sahamnya dimiliki daerah ialah Perumda Air Minum Batiwakkal dan Perusda Bhakti Paraja yang baru aktif pada 2023 lalu. Serta satu perusahaan daerah gabungan yakni BPD Kaltimtara.
Dalam catatan Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Berau, PAD 2024 dari kategori pendapatan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, hanya terealisasi sebesar 94,48 persen.
Dari target senilai Rp19.600.000.000, Bapenda Berau hanya mendapatkan pembagian deviden sebesar Rp18.517.401.002 dari empat Perusda.
Setoran tertinggi dilakukan BPD Kaltimtara yang menyetor laba senilai Rp14.981.036.885, melebihi target yang hanya Rp14.900.000.000 atau mencapai 100,54 persen.
Posisi kedua diraih oleh PT Indo Pusaka Berau. Perusahaan yang fokus pada bisnis pembangkit itu juga memberikan laba lebih dari target perusahaan. Dari target senilai Rp2.000.000.000, PT IPB mampu memberikan laba senilai Rp2.031.094.159 dengan persentase 101,25 persen.

Lalu, penyumbang PAD urutan ketiga diduduki Perumda Air Minum Batiwakkal, perusahaan plat merah yang bekerja di pemenuhan kebutuhan dasar air bersih. Perusahaan ini tak mampu memberi deviden ke daerah sampai 100 persen.
Tercatat, Perumda Air Minum Batiwakkal hanya menyetor pendapatan ke daerah senilai Rp1.476.611.399 dari target senilai Rp1.900.000.000 atau jika dipersentasekan hanya 77,72 persen.
Lebih kecil lagi laba yang disetor oleh Perusda PT Hutan Sanggam Berau (HSB). Perusahaan itu menargetkan akan memberikan upeti ke pemerintah senilai Rp800.000.000. Namun angka yang disetor ke daerah hanya Rp28.658.559.
Sementara khusus Perusda Bhakti Praja yang baru aktif pada 2023 lalu tak tercatat melakukan setoran pendapatan maupun target pendapatan.
Saat dikonfirmasi, Kepala Bapenda Berau, Djupiansyah Ganie, mengatakan daftar perusahaan tersebut pada tahun lalu mendapat penyertaan modal sesuai dengan kebutuhan.
Dengan harapan, dapat memberikan pelayanan prima kepada masyarakat untuk pemenuhan kebutuhan dasar. Kemudian, bila terdapat keuntungan maka laba tersebut wajib disetorkan ke daerah sebesar 35 persen dari keuntungan yang didapatkan berupa deviden.
“Pemenuhan pelayanan prima ke masyarakat yang utama, kalau ada keuntungan, baru dibagikan ke pemerintah,” kata Djupi—sapaan dia, Kamis (23/1/2025).

Mengenai target yang tak terpenuhi, dalam struktur perusahaan terdapat dewan pengawas dan komisaris di setiap perusahaan yang dapat melakukan evaluasi ke setiap perusahaan tersebut.
Biasanya, agenda evaluasi itu dibahas saat rapat umum pemilik saham (RUPS) yang digelar setiap tahunnya.
Dalam agenda tersebut, selalu disertakan perwakilan pemerintah yang juga ditempatkan dalam posisi strategis di dalam perusahaan.
“Itu agendanya khusus, kami dari Bapenda hanya mengutip laba saja,” terangnya.
Dalam agenda tersebut, pemerintah pun akan membawa draft evaluasi bagi setiap perusahaan. Dengan harapan, para perwakilan pemerintah menyampaikan kembali target laba yang telah ditetapkan dalam setiap agenda RUPS.
“Tentu agenda evaluasi akan dilaksanakan, kalau di kami biasanya memanggil setiap tiga bulan sekali,” beber dia.
Sementara, menyoal terhadap PT HSB yang memberikan laba dengan jumlah paling sedikit, Djupi menerangkan, bila perusahaan masih kesulitan mencari pembeli kayu dari hutan yang dikelola oleh perusahaan.
“Memang buyer-nya kurang,” tegasnya.
Disinggung perihal PT Bhakti Praja yang belum dapat memberikan upeti selama dua tahun belakangan ini, disebabkan perusahaan belum memberikan laporan hasil RUPS ke daerah.
Di mana dari dokumen RUPS itu, terdapat target yang dapat dicatatkan oleh Bapenda Berau untuk dimasukkan dalam nomenklatur penerimaan pajak daerah.
“Mungkin perusahaan itu masih mematangkan perencanaan dan operasional,” terang dia.

Dalam catatan redaksi berauterkini.co.id, perusahaan tersebut mendapat penyertaan modal sebesar Rp2 miliar pada awal 2024 lalu.
Perusahaan Daerah (Perusda) Bhakti Praja mesti putar otak dalam visi pengembangan perusahaan yang terhitung baru kembali aktif setelah bertahun-tahun mati suri.
Sultan, Direktur Perumda Bhakti Praja, menyampaikan penyertaan modal tersebut sudah sesuai dengan usulan pihaknya dan bakal digunakan sebagai modal dasar Perusda Bhakti Praja.
Sejak awal berdiri pada Februari 2023, Bhakti Praja tidak dalam kondisi diberi penyertaan modal awal. Meskipun setelah didirikan sudah menjalankan beberapa perencanaan awal yang dibuat tanpa modal.
Selain diperuntukkan untuk kantor dan fasilitasnya, modal tersebut tentu untuk menyempurnakan rencana bisnis dan mencoba menjalankannya satu per satu.
“Tentu kami butuh kantor dan fasilitasnya untuk administrasi. Jadi, penyertaan modal itu yang dipakai selain untuk menjalankan usahanya,” terangnya.
Sejauh ini, pihaknya juga tengah melengkapi struktur organisasi yang memang benar-benar dibutuhkan.
Agar dapat berjalan, tentu tidak hanya Direktur dan Dewan Pengawas (Dewas) saja isinya. Menata sisi manajemen internal perlu untuk kinerja dan target rencana bisnis yang sudah diberikan kepada pihaknya. (*)