TANJUNG REDEB– PT Berau Coal turut serta dalam Berau Expo 2024 melalui Program Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat (PPM), dengan membuka stan yang menampilkan produk-produk olahan dari hasil pendampingan petani kakao di Kabupaten Berau.
Di stan tersebut, diadakan sesi Cocoa Talk yang ditujukan bagi pelajar SMA dan mahasiswa, dengan peserta dari SMKN 1 Berau dan Stipper Berau. Kegiatan ini merupakan bagian dari program Corporate Social Responsibility (CSR) PT Berau Coal.
Program CSR ini adalah bagian dari pengembangan Agri Bisnis Berau Cocoa, yang dikelola oleh Berau Coal dengan pendekatan komprehensif dari hulu ke hilir. Mulai dari pendampingan petani hingga produksi cokelat.
Acara ini bertujuan berbagi informasi dengan pelajar, dan mahasiswa mengenai perkembangan perkebunan kakao yang dilakukan Berau Coal melalui program Berau Cocoa.
Salah seorang peserta dari SMKN 1 Berau, Ahmad Dicky Kurniawan, mengaku senang mendapatkan wawasan baru tentang perkembangan perkebunan kakao di Kabupaten Berau yang dikelola oleh Berau Coal.
Sebelumnya, ia hanya mengenal PT Berau Coal sebagai perusahaan yang bergerak di sektor tambang. Namun kini ia melihat bahwa perusahaan juga aktif mendukung sektor perkebunan, khususnya kakao.
“Saya tertarik untuk belajar, dan ini bisa menjadi peluang besar untuk menjadi petani kakao milenial di masa depan,” paparnya.
Sementara itu, Issaef dari Berau Cocoa mengatakan, Bumi Batiwakkal memiliki potensi besar dalam perkebunan kakao, yang layak dikembangkan sebagai alternatif ekonomi setelah masa tambang. Pengembangan potensi ini diharapkan, dapat meningkatkan harga jual kakao.
“menarik lebih banyak pembeli, dan membuka peluang kerja sama dengan berbagai pihak,” katanya.
Ia juga mengamati, bahwa harga kakao cukup stabil sebelum 2023, dengan peningkatan sebesar 124% pada tahun 2023. Namun di sisi lain, pasokan kakao mengalami penurunan sebesar 70% dalam satu tahun terakhir.
“Selain itu, luas lahan perkebunan kakao di Berau terus berkurang sejak 2019 hingga 2023, yang berdampak pada menurunnya produksi,” katanya.
Meskipun saat ini produksi kakao per hektare hanya sekitar 500 kg, tetapi dengan pendapatan sekitar Rp 40 juta per tahun, potensinya dapat mencapai 1-2 ton per hektare dengan pendapatan hingga Rp 180 juta per tahun.
Budidaya kakao ini tidak memerlukan petani dengan usia tertentu; baik petani muda maupun tua dapat mengelolanya. Selain itu, lahan kakao memiliki keunggulan berupa kandungan karbon yang tinggi dan bisa dikombinasikan dengan berbagai jenis tanaman lain.
Pengembangan kakao ini merupakan bagian dari program pemberdayaan terintegrasi yang mencakup berbagai aspek, mulai dari penyediaan bibit unggul, rehabilitasi lahan, hingga pelatihan petani dan pengembangan pabrik Berau Cocoa untuk pengolahan biji kakao dan produk turunannya.
Program ini dirancang untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan petani melalui kemandirian ekonomi.
Dia menprediksi, dalam 3-5 tahun mendatang, Kabupaten Berau akan kekurangan petani kakao. Sementara, Berau Cocoa memiliki visi untuk mengembangkan lahan kakao yang lebih luas pada tahun 2030.
“Harapannya, generasi muda yang mengikuti sesi ini akan menjadi pengusaha kakao di masa depan. Mampu mengembangkan potensi kakao Berau secara berkelanjutan dan lebih efisien,” pungkasnya.(*)