Reporter : Syaifuddin Zuhrie
|
Editor : Redaksi

JAKARTA,- Kementerian Ketenagakerjaan melaporkan ada sekitar 32.064 pekerja terdampak pemutusan hubungan kerja atau PHK pada periode Januari hingga Juni 2024. Kasus pemecatan paling banyak terjadi di Pulau Jawa dengan jumlah tertinggi berada di Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta, yaitu 7.469 orang.

Dilansir Berauterkini dari Tempo.co, Ketua Umum Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) Sunarto mengatakan badai PHK yang terjadi lantaran berbagai alasan. Dia mencontohkan dalam PHK di sektor industri padat karya seperti sepatu, perusahaan mengklaim karena adanya penurunan permintaan. Selain itu, perusahaan juga kerap menggunakan alasan efisiensi kerja.

“PHK buruh saat ini lebih mudah karena pemberlakuan Omnibus Law Cipta Kerja dan PP Nomor 35 Tahun 2021 turunanya, karena secara hitung-hitungan nilai pesangon saat ini makin kecil. Posisi bargaining pesangon buruh makin minim dan makin hilang. Artinya, pengusaha berani melakukan PHK buruh, karena dilegitimasi oleh Omnibus Law Cipta Kerja,” kata Sunarto saat dihubungi pada Senin, 5 Agustus 2024.

Meski demikian, Sunarto bercerita kadang kala perusahaan justru membuka lowongan pekerjaan usai melakukan PHK karyawan mereka.

“Perusahaan kembali membuka lowongan kerja dengan sistem kerja kontrak, outsourcing, harian lepas, bahkan sistem magang,” kata dia.

Dia mencontohkan dalam kasus yang didampingi KASBI, PT PWI di Serang usai melakukan PHK justru membuka pabrik baru di Jepara, Jawa Tengah. Kondisi itu juga terjadi di PT KMK Global yang membuka pabrik di Salatiga, Jawa Tengah dan di PT Unitama Sari Mas juga membuka pabrik di Tangerang.

“KASBI selalu melakukan pendampingan, pembelaan hukum, baik secara litigasi dan nonlitigasi, bahkan audiensi dan juga aksi-aksi di kantor pemerintahan terkait,” kata Sunarto.

Dalam kasus yang didampingi KASBI, Sunarto mengatakan, ada beberapa perusahaan yang tak membayar pesangon sesuai ketentuan. Dia mengatakan buruh yang kena PHK harus berbulan-bulan menunggu pesangon itu cair.

“Buruh harus berjuang dulu berbulan-bulan untuk mendapatkan hak pesangon secara maksimal. Tak jarang para buruh sambil bekerja sampingan menjadi driver online-ojek online, buruh bangunan, jualan jd pedagang kaki lima, dan lain-lain,” kata Sunarto.(*)