TANJUNG REDEB – Sebanyak 20 pramuwisata alias tour guide mengikuti pelatihan sekaligus sertifikasi pramuwisata tingkat muda, gelaran Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kabupaten Berau di Hotel Grand Parama, beberapa waktu lalu.
Pelatihan tersebut dianggap sebagai jawaban atas kebutuhan mendesak daerah dalam menciptakan sumber daya manusia (SDM) yang unggul di bidang pariwisata.
Sebab, pengembangan pariwisata akan menjadi fokus pemerintah saat “Bumi Batiwakkal” tidak lagi mengandalkan industri pertambangan batu bara.
Kepala Disbudpar Berau, Ilyas Natsir, melalui Kabid UJSW dan Ekraf, Nurjatiah, menyampaikan pelatihan tersebut merupakan tindaklanjut setelah Disbudpar Berau menetapkan peta jalan pengembangan ekonomi kreatif daerah alias Talanpekda pada 2023 lalu.
“Ini tindaklanjutnya. Kami ingin memastikan guide di Berau tersertifikasi semua,” ujar Nurjatiah.
Sertifikasi tersebut dinilai penting, karena menurut Nurjatiah, ekraf di Indonesia telah memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap perekonomian nasional.
Peran sektor ekonomi kreatif dinilai semakin signifikan menjadi penopang pertumbuhan perekonomian di masa depan.
Sesuai dengan nawacita pertama dan kedua dalam program pembangunan pemerintahan Presiden RI Joko Widodo, ekraf diharapkan menjadi tulang punggung perekonomian nasional.
“Tujuannya jelas, untuk meningkatkan kompetensi pekerja kreatif, agar berdaya saing dalam memanfaatkan peluang pada dunia usaha di bidang pariwisata,” ungkapnya.
Selain itu, juga untuk pengembangan standarisasi dengan meningkatkan kapasitas pelaku usaha jasa sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI).
Diakuinya, Berau masih kekurangan SDM berkualitas, terutama untuk guide. Minimnya sertifikasi guide menjadi kendala untuk meningkatkan daya saing dalam jasa informasi pariwisata.
Karena itu, dalam kesempatan itu Disbudpar Berau mendatangkan langsung para akademisi hingga praktisi bidang guide pariwisata untuk meningkatkan kapasitas para peserta selama dua hari.
“SDM pariwisata kita masih lemah dalam tiga hal, yaitu penguasaan bahasa asing, terutama Inggris, teknologi informasi (IT) maupun manajerial. Ini yang jadi masalah utama daya saing bidang pariwisata,” jelasnya.
“Belum maksimal dan terkodinir pelaksanaan tour guide dalam mengangkat perekonomian terutama ekraf,” sambungnya.
Sertifikasi itu tentunya dapat menjadi nilai tambah bagi peserta dalam persaingan mencari kerja dan profesional di bidang pariwisata.
Maka diharapkan, mereka yang sudah tersertifikasi dapat mendampingi wisatawan dan memberikan petunjuk dan bimbingan.
Guide juga dituntut mampu menjadi pendamping wisata yang bisa mempresentasikan objek wisata secara komprehensif. (*/ADV)