TANJUNG REDEB – Sebanyak 12.350 warga Kabupaten Berau masih berada dalam garis kemiskinan. Jumlah itu setara 5,08 persen dari seluruh penduduk Bumi Batiwakkal yang berjumlah 288 ribu jiwa pada 2024 dengan nilai pendapatan per kapita senilai Rp731 ribu per bulan.

Angka tersebut menunjukkan penurunan tertinggi dalam catatan lima tahun terakhir. Berdasarkan data Badan Perencanaan Penelitian dan Pengembangan (Bapelitbang) Berau yang dihimpun melalui Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2020, angka kemiskinan di Berau mencapai 5,19 persen dengan nilai pendapatan per kapita di bawah Rp586 ribu per bulan.

Pada 2021, tercatat 13.620 jiwa atau setara 5,88 persen dari jumlah penduduk memiliki pendapatan di bawah Rp595 ribu per bulan.

Tahun selanjutnya, angka kemiskinan turun 0,23 persen menjadi 5,65 persen atau sekitar 13 ribu jiwa dengan pendapatan per kapita Rp624 ribu per bulan. 

Pada 2023, angka pendapatan per kapita meningkat menjadi Rp677 ribu per bulan. Secara persentasi, angka kemiskinan turun menjadi 5,54 persen, namun masih berada di kisaran 13 ribu jiwa.

Kondisi ini menjadi perhatian serius Pemerintah Kabupaten Berau untuk memperbaharui kembali dokumen penanganan kemiskinan di Bumi Batiwakkal. 

“Ini tentu menjadi atensi serius. Kami ingin menekan angka kemiskinan di Berau,” kata Ketua Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK), Gamalis, saat membuka Rapat Koordinasi Penyampaian Laporan Akhir Penyusunan Dokumen Rencana Penanggulangan Kemiskinan Daerah (RKPD) Berau 2026-2030 di Hotel Palmy Exclusive, Selasa (3/6/2025). 

Wakil Bupati Berau ini menegaskan, tahun ini angka kemiskinan ditargetkan kembali turun mencapai angka 4,9 persen. 

Demi mencapai itu, pemerintah akan kembali melakukan intervensi melalui program kesejahteraan di sektor perkebunan dan pertanian, termasuk membuka lapangan kerja bagi tenaga produktif.

“Itu target realistis yang akan ditekan pada tahun ini,” sebutnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Sosial Berau, Iswahyudi, mengatakan, dalam pengentasan persoalan kemiskinan pemerintah telah memberikan beberapa bantuan yang berjalan setiap tahunnya.

Bantuan itu di antaranya pelayanan kesehatan gratis melalui BPJS dan stimulan setiap tahun berupa Bantuan Langsung Tunai (BLT).

Lalu, ada pula program pemberdayaan masyarakat. Program yang telah menjadi tanggung jawab lintas OPD, mulai dari penyiapan tenaga kerja melalui Disnakertrans dan pemberdayaan UMKM melalui Diskoperindag. Termasuk pula pemberian bantuan mesin dan alat tangkap kepada para nelayan melalui Dinas Perikanan.

“Ini diawasi oleh masing-masing instansi yang memberikan bantuan,” terangnya.

Dalam menakar keberhasilan program tersebut, setiap instansi akan diawasi juga oleh Inspektorat Berau untuk memastikan program telah berjalan sesuai dengan kaidah dan aturan yang berlaku.

“Pengawasan sampai ke Inspektorat, mereka juga berjalan,” sebutnya.

Kepala Bidang Sosial dan Budaya Bapelitbang Berau, Slamet Riyadi, menerangkan, urusan pengentasan kemiskinan juga telah mendapatkan perhatian langsung Gubernur Kaltim, Rudy Mas’ud. Orang nomor satu di Kaltim itu menargetkan angka kemiskinan dapat turun hingga 2 persen secara akumulatif.

“Secara persentase, Kaltim ditargetkan turun 2 persen. Ini amanat hasil Musrenbang dan rakor penurunan kemiskinan tingkat kabupaten/kota,” beber dia.

Slamet menambahkan, dokumen yang tengah digodok tersebut akan diselaraskan dengan RPJMD 2025-2030 yang saat ini masih dalam proses menuju dokumen definitif.

“Sehingga semua program bisa terintegrasi dan terukur,” kata dia.

Dalam penyusunan dokumen RKPD, pihaknya juga melibatkan Tim Ahli Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan (PESK) Universitas Gadjah Mada Yogyakarta yang sejauh ini diakui berdasarkan portofolio memiliki konsentrasi dalam memastikan efektif dan efisien dalam satu program penanggulangan kemiskinan.

“Itu yang mendorong kami bekerja sama dengan PESK UGM,” ungkap Slamet. (*)