TANJUNG REDEB-Dinas Perikanan Berau bakal mencanangkan budi daya karang hias sebagai komoditi ekspor. Kabupaten Banyuwangi dan Bali yang lebih dulu melakukan pun dijadikan percontohan.

Kepala Dinas Perikanan Berau, Tenteram Rahayu, mengungkapkan syarat yang harus dipenuhi untuk program budi daya karang hias tersebut. Yakni, tidak membudi daya karang di kawasan konservasi ataupun tempat wisata.

“Itu sesuai Keputusan Menteri (Kepmen) Kelautan dan Perikanan Nomor 87 tahun 2016,” ujarnya, Kamis, 17 Juni 2021.

Saat ini, pihaknya sedang melakukan pengkajian. Bekerja sama dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kaltim. “Kan tidak semua daerah pesisir masuk wilayah konservasi. Jadi ini pasti bisa dilakukan,” ungkapnya.

Dikatakannya, budi daya karang hias diatur Kementerian Kehutanan. Sehingga, kehadiran BKSDA sebagai fungsi pengawasan dinilai tepat.

Budi daya karang hias juga butuh waktu cukup lama. Bahkan, bisa mencapai rentang waktu 2 tahun. Karena, yang bisa diambil untuk dibudidayakan hanya karang F2 atau generasi ketiga dari induk karang.

“Jadi memang itu harus beberapa kali transplantasi. Sampai F2 baru bisa dibudidayakan. Tapi itu kalau memang kita transplantasi dari alam. Tapi ada alternatif lain, yakni mendatangkan F2 dari daerah luar,” ungkapnya.

Komunikasi dengan Kelompok Pembudidaya Karang Hias Nusantara (KPKHN) Bali pun telah dilakukan. Kelompok tersebut sejauh ini telah berhasil mengekspor karang hias budidaya mereka.

“Ini juga nanti bekerja sama dengan TNC atau YKAN. Serta, dengan LIPI,” bebernya.

Nantinya akan terdapat pembeda antara karang yang diambil di alam dan di luar. Yakni, dengan pemasangan kode di setiap karang yang dibudidayakan. “Nah, hasil karang ini tidak semuanya dijual. Wajib hukumnya 10 persen karang dari yang dibudidaya itu ditanam ke laut lagi,” tegasnya.

Sementara itu, Kepala Seksi Konservasi Wilayah (SKW) I BKSDA Kaltim, Dheny Mardiono, mengatakan bahwa pihaknya hingga saat ini masih menjadi lembaga yang diberikan kewenangan untuk pemberian izin transplantasi koral. Beberapa hal pun diyakini menjadi kesulitan. Salah satunya indukan karang yang akan ditransplantasikan.

Menurutnya, sampai saat ini kegiatan ilegal pemanfaatan karang hias diperkirakan masih ada. Sehingga, dengan adanya program transplantasi tersebut bisa menekan aktivitas itu.

“Fungsi kontrol ada di kami. Setiap penjualan karang hias harus melalui pemeriksaan terlebih dahulu. Kalau tidak ada tagging, maka itu dipastikan ilegal dan bisa dituntut,” jelasnya.

Ditegaskannya kembali, para pembudi daya tidak serta-merta hanya mengambil atau melakukan budi daya karang hias. Tapi, pembudi daya juga berkewajiban menanam karang tersebut ke alam.

“Itu wajib hukumnya, tidak boleh tidak. Jadi, tidak ada alasan budi daya ini bakal menghabiskan stok di alam. Yang ada malah meningkatkan jumlahnya,” bebernya.

Untuk jenis karang yang akan dibudi daya sendiri, kata dia, ada banyak. Pada dasarnya, karang yang dibudi daya bukan karang yang telah diatur Perda Berau.

“Masih banyak jenis karang lain bisa dibudiayakan dan memiliki nilai ekonomis. Untuk jenisnya, saya tidak bisa sebutkan. Karena, itu sangat banyak,” tandasnya. (*/cld)

Editor: Bobby Lalowang