TANJUNG REDEB-Abrasi di Pulau Derawan belum bisa ditangani dalam waktu dekat. Wakil Bupati Berau, Gamalis, menyebut kewenangan penanganannya di pemerintah pusat menjadi alasan.

Menurutnya, sejak kewenangan laut diambil alih pusat, daerah tidak bisa melakukan upaya apapun. Dalam hal ini, pemerintah daerah hanya kebagian perencanaan. Sedangkan pembiayaan tetap dari anggaran pendapatan dan belanja negara alias APBN.

“Beda dengan Kecamatan Biduk-Biduk yang bisa masuk kewenangan provinsi,” jelasnya, Rabu, 15 Juni 2021.

Dengan situasi tersebut, praktis pekerjaan rumah pertama Pemkab Berau atas persoalan di Derawan saat ini adalah membuat perencanaan. Setelahnya, baru diusulkan ke pemerintah pusat. Itu pun tak bisa dalam waktu dekat karena ketiadaan biaya.

Maka yang paling realistis adalah menunggu tahun 2022 untuk menyusun perencanaan dan diusulkan pada tahun yang sama. Jika usulan disetujui, paling tidak pada 2023 baru bisa dilakukan penanganan.

“Dulu pernah diajukan sekitar Rp30 miliar melalui APBD kabupaten. Tapi tersandung kewenangan pusat. Makanya batal,” bebernya.

Menurut Gamalis, penanganan abrasi Pulau Derawan paling murah dan sangat nyata manfaatnya adalah dengan membangun jembatan. Minimal tiga unit. Tujuannya untuk menahan pasir agar tidak berpindah saat terbawa ombak.

Metode tersebut juga sudah terbukti dengan adanya bangunan di atas laut sekitar lokasi yang mampu menahan pasir bertahan hingga abrasi terhindar. “Kalau dibangunkan pemecah ombak memakan biaya cukup besar. Pembangunan jembatan itu solusi paling konkret. Apalagi sudah terbukti,” sebutnya.

Selain hemat dari segi biaya, pembangunan jembatan bisa menjadi daya tarik baru bagi wisatawan. Namun demikian, kembali ditegaskan jika rencana tersebut akan berjalan bila anggaran segera turun. Yang berarti, semua kembali kepada keuangan negara.

“Mudahan saja anggaran bisa turun karena kondisi Pulau Derawan sangat memprihatinkan,” tutupnya. (*)

Editor : Bobby Lalowang