SAMARINDA – Konsumen di Kalimantan Timur patut waspada. Beras berlabel premium yang selama ini dibeli dengan harga mahal, bahkan seringkali di atas Harga Eceran Tertinggi (HET), ternyata mayoritas tidak memiliki kualitas yang sesuai standar.

Fakta ini terungkap dari hasil uji laboratorium yang dirilis oleh Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, dan UKM (DPPKUKM) Kaltim. Dari tujuh sampel merek beras yang diuji, semuanya dinyatakan tidak memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) 6128:2020 untuk kategori premium.

Kepala DPPKUKM Kaltim, Heni Purwaningsih, membeberkan hasil pengujian yang dilakukan oleh UPTD Balai Pengujian Sertifikasi Mutu Barang (BPSMB).

“Pengawasan mutu ini berdasarkan perhitungan standar mutu yang ditetapkan SNI,” kata Heni.

Ia menjelaskan, meskipun seluruh sampel beras aman dari sisi hama dan bahan kimia berbahaya, namun semuanya gagal pada parameter kualitas fisik yang menentukan kelas premium.

Berikut adalah rincian ketidaksesuaian standar mutu dari tujuh merek beras tersebut:

  • Bondy: Tidak sesuai standar pada parameter butir kepala (beras utuh), butir patah, dan menir.
  • Ikan Sembilan: Tidak sesuai standar pada parameter butir kepala dan butir patah.
  • Putri Koki: Tidak sesuai standar pada parameter menir dan butir kuning/rusak.
  • Sedap Wangi: Tidak sesuai standar pada parameter butir kepala, butir patah, menir, butir kuning/rusak, dan butir kapur.
  • Berlian Batu Mulia: Tidak sesuai standar pada parameter butir kepala, butir patah, dan menir.
  • Raja Lele: Tidak sesuai standar pada parameter menir.
  • 35 Rahma: Tidak sesuai standar pada parameter butir kepala, butir patah, menir, butir kuning/rusak, dan butir kapur.

Temuan ini memperparah kerugian konsumen, mengingat sebelumnya DPPKUKM juga menemukan bahwa sebagian besar merek tersebut dijual dengan harga Rp600 hingga Rp2.200 per kilogram di atas HET.

Dengan adanya temuan ini, Heni menegaskan bahwa pihaknya telah meminta para pedagang untuk melakukan penyesuaian. Produk yang telah ditarik tidak boleh lagi dijual dengan harga premium jika kualitasnya terbukti tidak sesuai.

“Jadi kalau isinya tidak premium, tidak boleh dijual harga premium. Diharapkan pedagang memahami kondisinya,” pungkasnya. (*)