Foto: Wakil Bupati Berau periode 2016-2021 Agus Tantomo 

TANJUNG REDEB- Anggota DPRD Provinsi Kaltim periode 1999-2004, yang juga Bupati Berau Periode 2021-2021, Agus Tantomo, turut angkat bicara perihal wacana penggabungan Berau ke Kaltara. Dia pun meminta ajakan itu dicuekin.

Dikatakannya, Berau akan rugi jika bergabung dengan Kaltara. Bahkan, hal itu juga sempat disampaikannya pada saat awal-awal pembentukan Kaltara. Sebab, sejauh ini, tidak ada alasan bergabungnya Berau dengan Kaltara itu lebih menguntungkan.

“Sekarang, betulkah kalau kita gabung ke Kaltara lebih menguntungkan. Minimal anggaran kita lebih besar. Kalau anggaran kita terpotong banyak, untuk apa bergabung,” katanya.

“Keputusan politik itu kan tujuannya untuk mensejahterakan. Salah satu indikatornya adalah, anggaran semakin banyak. Sekarang, kalau tidak ada anggaran mau bangun pakai apa,” timpalnya lagi.

Sekarang, APBD 2024 Kabupaten Berau telah disepakati diangka Rp 4,7 triliun. Sementara, tidak ada jaminan apabila ketika bergabung dengan Kaltara, anggaran APBD Berau menjadi lebih tinnggi.

Dirinya pun mengingatkan, besarnya anggaran Berau selama ini, karena Berau menerima bagi hasil sebagian dari produksi minyak dan gas dari kabupaten/kota lain yang ada di Kalimantan Timur.

“Dan, tidak akan kita terima lagi kalau Berau keluar dari Kalimantan Timur,” ujarnya.

Dirinya mencontohkan Kabupaten Bulungan, waktu masih menjadi bagian dari Kaltim jumlah APBD nya kurang lebih sama dengan Berau. Sekarang, lanjut Agus Tantomo, APBD Berau terus meningkat APBD nya bahkan jauh lebih besar daripada APBD Bulungan, bahkan Provinsi Kaltara sekalipun.

“Kalau gabung Kaltara, siap-siap saja APBD kita akan turun drastis,” jelasnya.

Sebagai salah seorang saksi hidup pemekaran Provinsi Kaltara ini, dia juga menjelaskan, pada tahun 1999 akhir, kala baru menjabat sebagai anggota DPRD Kaltim, dia pernah menyampaikan gertakn politik. Itu dilakukannya, karena APBD Berau yang didapat dari Pemprov dinilai sangat sedikit.

“Di sana saya katakan, kalau tidak ada perhatian dari Pemprov, mending kami bikin provinsi sendiri, yakni Kaltara. Supaya dapat anggaran,” paparnya.

Ternyata, isu tersebut diseriusi oleh perwakilan DPRD Kaltim dari Malinau, Tarakan, dan wilayah lainnya. Maka, dibujuklah Berau untuk bergabung, karena untuk mendirikan provinsi minimal harus ada 5 kabupaten/kota. Apalagi, saat itu, masih 4 kabupaten/kota, karena Kabupaten Tanah Tidung (KTT) belum dimekarkan.

“Waktu itu, Berau ditawari sebagai ibu kota, dan semacamnya. Sama yang dilakukan seperti sekarang. Sambil melakukan proses pemekaran KTT,” jelasnya.

Hanya saja, saat menjawab bujukan tersebut, pihaknya juga melakukan kajian. Adapun hasil kajian yang tidak bisa dibantah, yakni apabila Kaltara Berdiri dan Berau bergabung, maka secara otomatis anggaran terpotong jauh.

Dirinya juga mengajak berdiskusi Ketua DPRD Kaltim, Mantan Bupati Berau Masdjuni untuk melakukan kajian ilmiah.

“Hasil kajian itu diantaranya undang-undang bagi hasil, kita akan banyak kehilangan, karena kita keluar dari Kaltim. Karena dalam bahasa undang-undang itu, (bagi hasil diberikan kepada) kabupaten kota di provinsi di mana itu diproduksi,” jelasnya.

“Jadi kesimpulan kajian itu, Berau tidak bergabung ke Kaltara, tapi kami mendukung mendorong berdirinya Kaltara. Itu mengapa, APBD Berau sekarang besar, karena pembaginya sedikit,” terangnya.

Proses pembentukan kaltara pun dimulai pada tahun 2000, namun undang-undangnya keluar pada tahun 2011. Sementara, dirinya bersama bupati sebelumnya, telah menolak penggabungan dan telah menandatangani penolakan tersebut pada tahun 2000-2001.

Dia juga mengatakan, kalaupun Berau sepakat bergabung dengan Kaltara, jika melihat proses yang dilakukan kala pembentukan Kaltara, akan memakan waktu kurang lebih 11 tahun.

“Ini undang-undang loh ya. Kalau bagi saya, ini hanya buang-buang energi. Sudah tidak ada untungnya, butuh waktu lama. Kalau saya, dicuekin saja lah. Percuma juga jadi ibu kota kalau APBD sedikit,” pungkasnya. (*/)

Reporter: Hendra Irawan