TANJUNG REDEB – Sepanjang tahun 2023, sebanyak 87 laporan/pengaduan ke Ombudsman Kalimantan Timur (Kaltim), terkait penyelenggara pelayanan publik.
Pejabat sementara (PJs) Kepala Perwakilan Ombudsman, Hadi Rahman, mengatakan bila mengacu data terkait poengaduan ke Ombudsman, memang ada 87 laporan masyarakat.
Namun lanjutnya, sebenarnya lebih itu. Hanya warga yang datang ke Ombudsman tidak sekadar lapor, tapi juga konsultasi.
“Puluhan laporan itu, memiliki substansi berbeda. Yang paling banyak itu terkait pertanahan, adminduk, kepegawaian, pendidikan hingga perbankan,” katanya.
Dijelaskan, sejak tahun 2022 lalu, rata-rata kepatuhan kabupaten-kota di Provinsi Kaltim itu mendapat nilai “sedang” atau “C”.
Tetapi sambung Hadi, pada tahun 2023 lalu, terdapat progres yang baik dan meningkat. Karena beberapa penyelenggara telah melakukan perbaikan.
Saat ini, tinggal dua kabupaten saja yang masih mendapatkan nilai C, yakni Kabupaten Kutai Timur, dan Mahulu.
“Kalau tidak meningkat, ya artinya pemerintahnya tidak berbuat apa-apa. Namun, tahun 2023 itu, lebih banyak daerah yang sudah masuk zona hijau atau nilai A dan B. Tinggal Mahulu dan Kutim yang masih C,” terangnya.
Dijelaskan, semua penilaian itu tidak ada yang ditutup-tutupi. Karena menurutnya, tugas Ombudsman untuk membantu perbaikan penyelenggara pelayanan publik di kabupaten/kota Kaltim.
“Seperti memberikan arahan, rekomendasi dan lain sebagainya,” jelasnya.
Terkait penilaian buruk yang dilayangkan masyarakat kepada suatu penyelenggara publik, harus menjadi perhatian. Sehingga harus dibentuk akuntabilitas dan keterbukaan publik terhadap mutu pelayanan yang ada.
Karena menurutnya, untuk hal tersebut tidak boleh hanya sekadar penyelenggara saja yang tahu, tapi juga masyarakat banyak. Tujuannya, agar pelayanan yang diberikan dapat lebih berstandar sesuai dengan harapan masyarakat.
“Nah, pihak penyelenggara sendiri juga, ketika sudah mendapat keluhan juga harus berbenah. Harus membangun pencegahan. Jangan sampai itu terus terjadi,” paparnya.
“Karena kewajiban penyelenggara pelayanan itu, harus memberikan yang terbaik untuk warga,” tekannya.
Adapun indikator penilaiannya bermacam-macam, dengan dasar hukum yang jelas pula. Kemudian dituangkan dalam metedologi penelitian, atau penilaian.
“Indokator penilaiannya semua terbuka. Kita bisa buka aturannya. Tetapi ketika Ombudsman sudah memberikan arahan dan rekomensasi. Kalaupun tetap tidak berubah, maka biarkan publik yang menilai,” pungkasnya. (*)
Reporter : Hendra Irawan
Editor : s4h