Foto: Kepala Kampung Labanan Makmur, Kecamatan Teluk Bayur, Mupit Datusahlan
TELUK BAYUR – Usulan revisi Undang-Undang Nomor 6/2014 tentang Desa, kini menjadi bahasan menarik dari tingkat nasional maupun di daerah. Sebab, dalam revisi itu banyak menyinggung perubahan tentang masa jabatan hingga kesejahteraan para aparat pemerintah tingkat kampung dan desa.
Pada Senin (3/7/2023) lalu, tim sementara atau Panja yang dibentuk Badan Legislasi DPR RI telah membuat draft revisi undang-undang tentang desa tersebut. Terdapat belasan pasal yang bakal diubah, termasuk juga soal masa jabatan kapala desa atau kampung.
Merespon itu, Kepala Kampung Labanan Makmur, Kecamatan Teluk Bayur, Mupit Datusahlan, menyatakan pihaknya mendukung revisi undang-undang tersebut. Sebab, selain melihat sisi keteraturan pembangunan di tingkat desa, upaya tersebut bagian dari penyelesaian sengkarut administrasi hingga pembangunan di tingkat kampung.
Suara itu berangkat dari usulan para perangkat pemerintah desa yang tergabung dalam Perkumpulan Aparatur Pemerintah Desa Seluruh Indonesia alias PAPDESI secara nasional.
“Itu semangat dari revisi UU yang sudah berlangsung sejak dua tahun lalu. Itu juga hasil dari rekomendasi Munas,” kata Mupit sapaan dia, saat dikonfirmasi melalui sambungan seluler, pada Jumat (7/7/2023) sore tadi.
Dirinya menyebut, revisi tersebut demi menjaga situasi politik di tingkat kampung. Sebab, menurut dia, kondisi politik di tingkat desa atau kampung berbeda dengan situasi politik kala pemilihan kepala daerah tingkat kabupaten kota maupun provinsi.
Keberadaan pemerintah kampung yang bersentuhan langsung dengan masyarakat, lebih rawan gesekan politik. Bahkan kedekatan emosional menjadi salah satu faktor penting aparat kampung dalam menentukan langkah kebijakan.
“Kami ini aparat desa yang langsung bersentuhan dengan masyarakat. Potensi gesekannya besar,” sebut dia.
Belum lagi, pengaturan sistem keuangan kampung yang didistribusi langsung oleh pemerintah pusat. Menurut dia, sistem penyerapan anggaran hingga realisasi program mesti mendapat pengawalan yang sifatnya jangka panjang. Sehingga, pembangunan terkawal dengan baik dan sesuai harapan.
Belum lagi, sistem keuangan pribadi para aparat kampung. Selama ini, aparat kampung mandapatkan gaji dengan sistem rapel. Bisa sampai 3 hingga 6 bulan sekali gajian. Hal itu dapat berujung pada konflik rumah tangga. Bahkan tak jarang berujung pada perpisahan keluarga.
Sementara, tugas yang diemban begitu berat. Mengurusi administrasi hingga pembangunan kampung dalam setiap tahun. Menjadi perpanjangan tangan penyelesaian pemerintah dalam menyelesaikan visi misi pemerintah. Namun soal kesejahteraan, kerap dinomorduakan.
“Ini soal harga diri pemerintah kampung,” ujar dia.
Ia berharap, masyarakat tidak hanya melihat dari sisi penambahan masa jabatan yang diperjuangkan saja. Tetapi lebih kepada nilai demokrasi yang dapat diwujudkan dari kampung. Termasuk semangat membangun dari aturan baru yang sedang dibahas oleh pemerintah pusat.
“Itu dibuktikan dengan tetap ada para pengawas pemerintah kampung. Dalam hal ini Badan Pengawasan Kampung atau BPK,” ucap dia.
Dirinya pun berharap agar proses revisi undang-undang ini dapat berjalan sesuai harapan. Agar pembangunan di kampung dan desa dapat dirasakan oleh seluruh masyarakat. (*)
Reporter: Sulaiman