Foto: Ketua DPRD Berau Madri Pani

TANJUNG REDEB – Ketua DPRD Berau Madri Pani, memberi perhatian atas kondisi bencana yang sedang terjadi di Berau beberapa waktu belakangan ini. Mulai dari kebakaran, hingga cuaca panas esktrem.

Bencana tersebut tak boleh didiamkan. Menurut dia pihak terkait, mesti melakukan mitigasi bencana, dalam menghadapi cuaca ekstrem yang diprediksi akan terjadi pada awal 2024 mendatang.

Dari data yang ia dapat, dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memprediksi El Nino moderat akan berakhir di Februari 2024. Tahun depan pada bulan Maret, El Nino masih ada tapi sudah lemah semakin menuju netral.

Ketika El Nino mulai berakhir, suhu muka laut di Samudera Pasifik bagian tengah dan timur akan mulai mendingin. Hal ini menyebabkan pusat pertumbuhan awan kembali bergeser ke wilayah Indonesia. Akibatnya, curah hujan di Indonesia akan meningkat.

“Potensi cuaca ekstrem pada peralihan musim harus diantisipasi dengan meningkatkan pengembangan mitigasi bencana yang mudah dipahami masyarakat luas,” kata Madri.

Menurut Madri Pani, berbagai dampak perubahan cuaca yang berpotensi menimbulkan bencana harus diantisipasi dengan sebaik-baiknya.

Dengan kondisi geografis Berau yang rawan bencana alam, baik itu banjir dan longsor, serta kebakaran hutan dan lahan (karhutla) sudah seharusnya setiap warga dibekali dengan pengetahuan dan pemahaman yang memadai dalam memitigasi ragam bencana yang dihadapi.

Upaya peningkatan pemahaman mitigasi bencana, menurutnya, bisa dilakukan melalui proses belajar mengajar di berbagai jenjang pendidikan. Selain itu, tambah dia, berbagai sosialisasi terkait mitigasi bencana juga bisa diberikan kepada kelompok-kelompok masyarakat, sehingga pengetahuan dan pemahamannya bisa meluas.

“Masyarakat harus bersiap, jika terjadi suatu bencana. Agar meminimalisir korban jiwa,” bebernya.

Dijelaskan Politikus NasDem itu, secara nasional Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) telah berupaya mewujudkan ketangguhan masyarakat dalam menghadapi bencana, antara lain dalam bentuk program Desa Tangguh Bencana (Destana).

Capaian Destana yang diinisiasi BNPB sejak 2012 sampai dengan 2023 baru sebanyak 1.506 desa dari total 53.000 desa di Indonesia.

“Semakin banyak masyarakat di segala lapisan memahami mitigasi bencana, upaya penanggulangan bencana diharapkan akan semakin baik,” bebernya.

Karena, tegas Madri, sejatinya upaya penanggulangan bencana alam membutuhkan keterlibatan para pemangku kebijakan dan seluruh lapisan masyarakat untuk menjamin perlindungan dan keselamatan setiap anak bangsa.

“Contoh kegiatannya yang bisa dilakukan antara lain membuat peta wilayah rawan bencana, pembuatan bangunan tahan gempa, penanaman pohon bakau, penghijauan hutan, serta memberikan penyuluhan dan meningkatkan kesadaran masyarakat yang tinggal di wilayah rawan bencana,” beber dia. (*/ADV)

Reporter: Sulaiman