TANJUNG REDEB – Keberadaan hutan mangrove di pesisir Berau mendapat perhatian serius pemerintah daerah. Kelestariannya diharapkan mampu memberikan manfaat bagi kehidupan. Baik untuk biota laut, ataupun penjaga kelangsungan ekologi lainnya, termasuk manusia.

Sejumlah penelitian pun sudah dilakukan terkait keberadaan mangrove di Berau. Khususnya terkait kawasan pengembangan program pengelolaan sumber daya pesisir. Hasilnya, keberadaan mangrove mampu menjamin fungsi wilayah pesisir tetap terjaga sebagai daerah pemulihan (self purification) dan penyerap bahan pencemar (environmental service).

“Pemerintah Kabupaten Berau terus berupaya mempertahankan keberadaan hutan mangrove sebagai salah penjaga kestabilan fungsi ekologi di wilayah pesisir, sekaligus memanfaatkannya sebagai salah satu destinasi wisata yang cukup menjanjikan,” ujar sekrataris Dinas Perikanan Berau Yunda Zuliarsih, belum lama ini.

Dengan membangun berbagai fasilitas pendukung, keberadaan hutan mangrove diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir.  Sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi kreatif masyarakat, khususnya yang berada di wilayah pesisir dan laut Berau.

Hanya saja, masih maraknya pembukaan lahan yang terjadi di areal mangrove tanpa memperhatikan kelestarian, menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah daerah. Padahal, pemerintah daerah terus berupaya mempertahankan keberadaan hutan mangrove sebagai penyerap karbon untuk menekan laju perubahan iklim.

Bahkan kata Yunda, upaya perlindungan hutan mangrove telah sejak lama dilakukan oleh pemerintah daerah. Itu direalisasikan sejak penyusunan pengelolaan Kawasan Konservasi Laut Berau (KKL Berau), kemudian menjadi Taman Pesisir Kepulauan Derawan.

“Dan pada akhirnya ditetapkan sebagai kawasan konservasi melalui Keputusan Menteri Kelautan Perikanan Republik Indonesia Nomor 87/KEPMEN-KP/2016  tentang Kawasan Konservasi Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (KKP3K) Kepulauan Derawan dan Perairan sekitarnya,” bebernya.

Sejak 2016, Pemkab Berau terus berupaya menyusun peraturan perlindungan untuk hutan mangrove yang kemudian ditetapkan Peraturan Daerah Kabupaten Berau Nomor 5 tahun 2020 tentang Pengelolaan Ekosistem Mangrove di Areal Penggunaan Lain (APL).

Perda ini sebagai upaya melakukan perlindungan penuh terhadap hutan mangrove di Berau. Aturan ini memperkuat posisi hutan mangrove yang telah ditetapkan perlindungannya dalam SK Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 87/KEPMEN-KP/2016.

“Kawasan hutan mangrove merupakan bagian kawasan yang sangatlah penting bagi keberlangsungan ekosistem pesisir dan laut yang ada di Kabupaten Berau. Di dalamnya terdapat berbagai aktivitas pemanfaatan kawasan baik oleh masyarakat pemerintah maupun pihak swasta,” jelasnya.

Yunda menambahkan, adanya dukungan dari berbagai pihak termasuk LSM bidang lingkungan untuk segera membangun lembaga pengelolaan kawasan serta mendorong terbitnya Peraturan Bupati Berau terkait pengelolaan kawasan hutan mangrove secara lebih rinci.  Dengan didukung oleh pemetaan zonasi kawasan hutan mangrove yang spesifik.

“Dalam rangka membangun pengelolaan kawasan mangrove di Areal Pemanfaatan Lain (APL) sesuai Perda yang telah di tetapkan, maka akan sangat penting untuk dilakukan pengelolaan yang bersifat kolaboratif dalam pengelolalaannya, dengan melibatkan berbagai pihak termasuk di dalamnya pemerintah, swasta dan LSM bidang lingkungan,” katanya. (*)

Editor: RJ Palupi