TANJUNG REDEB,- Kepala Bagian Ekonomi Pemerintahan Kabupaten Berau, Kamaruddin, mengakui saat ini pihaknya mendorong agar produksi Perumda Air Minum Batiwakkal agar tidak rugi. Sebab ada ketimpangan pada biaya produksi dan nilai jual.

Sesuai data yang diterima Pemkab Berau, produksi bisa menyentuh angka sekiranya Rp 6.000 per meter kubik. Sementara pendapatan rerata yang didapatkan mencapai sekiranya Rp 4.000 per meter kubik.

Dalam hitungan Pemkab Berau, kerugiaan Perumda Air Minum Batiwakkal bisa mencapai Rp 700. Walaupun terbilang kecil, tentu saja hal itu masih menjadi kerugian, bahkan diakui Kamaruddin hal itu sudah berlaku sejak sekiranya mulai tahun 2011. Meski, kejadian seperti itu tidak hanya berlaku di PDAM Berau.

“Kami harap, biaya produksi jauh bisa lebih rendah, dan tidak rugi lah minimal. Karena perusahaan daerah ini, memang tidak bisa dipaksakan untuk selalu berorientasi kepada keuntungan semata,” jelasnya, Selasa (28/12/2021).

Apalagi, Pemkab Berau melalui Bupati Berau Sri Juniarsih sudah menginstruksikan untuk penambahan saluran baru sebanyak 25.000 yang ditargetkan dalam kurun waktu 2,5 tahun. Meskipun batasan target itu bisa saja diperpanjang hingga tahun 2025 nanti.

Apalagi menurut Kamaruddin, bahwa upaya memperluas jangkauan pelayanan hingga wilayah pedesaan tentu akan menambah biaya operasional. Termasuk memerlukan pembangkit sendiri dan alat penunjang lainnya.

Mungkin saja, pihaknya nantinya akan memberikan skema pelayanan yang tidak selalu 24 jam, tetapi diusahakan penyediaan air bersih selalu ada. Begitu juga pertimbangan lainnya, dengan melihat kondisi lokasi dan ketersediaan penduduk.

“Pemasangan di perkampungan itu, juga harus ada pertimbangan ya, nanti akan berbeda dengan biaya produksi di perkotaan. Itu harus dirembuk dengan betul,” bebernya.

Mengantisipasi tingginya biaya produksi, hal ini juga sejalan dengan penyesuaian tarif Perumda Air Minum Batiwakkal. Untuk itu, penyesuaian tarif harga langsung diatur oleh Gubernur Kaltim, dan memerlukan SK. Hal itu menghindari penyesuaian tarif dengan harga tinggi oleh daerah.

“Pemkab mendorong untuk perusahaan yang berbasis layanan ini, bisa dengan mandiri juga untuk biaya produksi. Mungkin dulu seperti pembelian obat, bisa kami bantu, untuk sekarang berbeda lagi. Ini juga berhubungan dengan dividen yang nantinya akan diterima Pemkab Berau,” tutupnya. (*)

Editor: RJ Palupi