TANJUNG REDEB – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Berau menetapkan kasus penyakit Difteri sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB). Demikian tercantum dalam Surat Keputusan Bupati (Kepbup) Berau Nomor 23 Tahun 2024, tentang Penetapan KLB Penyakit Difteri.
Hal ini juga diakui Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim), Jaya Mualimin, usai menghadiri rapat tim penanganan kasus Difteri di ruang Kakaban, Kantor Bupati Berau, Kamis (21/3/2024).
“Ada Surat Keputusan Bupati, bahwa di Berau ada peningkatan kasus Difteri. Sehingga kami langsung mengambil tindakan Out Break Respon Imunisasi (ORI),” jelasnya kepada berauterkini.co.id.
Dijelaskannya, Kaltim tahun 2024 terdapat 16 kasus Difteri. Jumlah ini mengalami peningkatan signifikan dalam kurun waktu 3 bulan terkahir dibandingkan tahun 2023.
“Tahun 2022, kasus Difteri di Kaltim sebanyak 9 kasus, tahun 2023 sebanyak 7 kasus dan 1 meninggal dunia,” jelasnya.
Dari 16 kasus yang terjadi di Provinsi Kaltim, Kabupaten Berau terdapat 4 kasus dan meninggal 3. Artinya, tingkat kematian terjadi sekitar 75 persen.
Sehingga harus cekatan untuk melakukan respon ORI Difteri, yakni pemberian imunisasi Difteri, Pertusis dan Tetanus (DPT) untuk anak usia 1-5 tahun. Sebagai salah satu upaya mencegah dampak kematian bagi masyarakat yang terdampak difteri.
“Di Berau, ada 4 kasus dari kasus yang ada dan 3 meninggal dunia. Itu tidak ada riwayat vaksinnya. Pemberian vaksin DPT ini tidak memandang status imunisasi sebelumnya dan ada 3 tahap,” terangnya.
Pihaknya telah menyerahkan kepada lintas sektor yang ada di Kabupaten Berau, seperti Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), Kementerian Agama (Kemenag), Majelis Ulama Indonesia (MUI), Dinas Kesehatan (Dinkes) dan Dinas Pendidikan (Disdik) yang membawahi anak-anak sekolah.
“Dari Dinkes akan melakukan sosialisasi berjenjang, terutama kepada orangtua yang anaknya menjadi sasaran imunisasi,” katanya.
Sebenarnya, imunisasi ini sudah dilakukan sejak lama, namun tidak semua orangtua mau anaknya divaksin.
Bagi anak-anak yang sudah mendapat vaksin saat bulan imunisasi di sekolah (BIAS), tidak perlu lagi diberi vaksin.
Penyebab Difteri adalah bakteri yang disebut Difteri utamanya, karena lingkungan yang tidak bersih. Salah satu pencegahan, harus rajin mencuci tangan pakai sabun (CTPS).
“Ini menjadi salah satu sosialisasi lintas sektoral dan perlu diwaspadai, karena merupakan penyakit menular,” terangnya.
Arahan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sudah jelas, bahwa penyakit yang susah disembuhkan dan jika terjadi menimbulkan kematian, maka pencegahannya harus dilakukan vaksinasi.
Menanggapi tingginya kasus kematian akibat Difteri, Sekretaris Kabupaten (Sekkab) Berau, Muhammad Said, menyampaikan Pemkab Berau telah berkomitmen penuh untuk penanganan kasus Difteri di “Bumi Batiwakkal”.
“Kita buktikan dengan rapat dan kesepakatan bersama lintas sektor untuk membahas penanganan Difteri,” ujar Said.
Langkah awal yang dilakukan adalah melakukan imunisasi yang menyasar kepada anak-anak dan itu sudah mulai dilakukan.
Vaksinasi tersebut menyasar kepada empat kecamatan dengan kasus Difteri, yakni Kecamatan Gunung Tabur, Teluk Bayur, Kelay dan Pulau Derawan.
“Kami yakin kejadian ini bisa ditangani, baik dari sisi personal, anggaran dan sebagainya dan kesiapan semua perangkat daerah untuk penanganan Difteri ini,” tandasnya.(*/ADV)
Reporter : Dini Diva Aprilia
Editor : s4h