TANJUNG REDEB, – Kasus bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) masih ditemukan di Kabupaten Berau. Hal ini menjadi perhatian serius bagi pemerintah daerah terutama OPD terkait. RSUD Abdul Rivai masih menemukan sekiranya 10 bayi yang masuk dalam kategori BBLR.

Namun demikian dari jumlah itu masih bisa diselamatkan. Menurut Kepala Dinas Kesehatan Berau, Iswahyudi,fakta ini bukan berarti masuk dalam kategori stunting.

Iswahyudi menjelaskan, ke 10 bayi memiliki bobot rerata dari 750-800 gram, tetap bisa bertahan hidup. Menurutnya, bayi normal seharusnya memiliki bobot berat 1,5-2,5 kilogram.

Sedangkan bayi dengan berat 500 gram atau kurang, bisa saja memiliki kesempatan 40-50 persen bertahan hidup walaupun kemungkinan komplikasinya lebih besar. Iswahyudi menjelaskan pihaknya tentu menjadikan ini perhatian lebih, terutama pada ibu hamil.

“Kemarin waktu pak Menteri PMK kesini, sudah dipesankan untuk menangani masalah ini, karena ada kekhawatiran dapat menjadi stunting. Tapi masih jauh untuk didiagnosa apakah sudah masuk ke kategori stunting apa belum,” bebernya,Senin (08/11/2021).

Ada beberapa faktor yang menyebabkan kasus BBLR terjadi. Masalah gizi untuk asupan ibu hamil menjadi salah satu faktor dominan disertai dengan pola hidup lainnya yang berpengaruh pada bobot janin.

Selain itu faktor lahir prematur juga menjadi penyebab. Tetapi diungkapkan Iswahyudi, juga banyak dikarenakan umur Ibu belum seharusnya memiliki anak.

Lainnya, seperti adanya penyakit dari ibu, adanya dugaan terkena asap rokok, stress ataupun ketakutan yang berlebihan. Pengaruh genetik, kurangnya pengawasan saat hamil ataupun gizi buruk.

“Sama seperti stunting ya, tidak bisa hanya dari satu sektor saja untuk menyelesaikannya, harus banyak sektor,” bebernya.

Pihaknya juga harus melihat kondisi terlebih dahulu, apakah keluarga masuk dalam keluarga miskin, maka akan diberikan bantuan seperti BPJS untuk memudahkan pemantauan ataupun pemberian obat.

Jika ditemukan berasal dari keluarga mampu, hal yang pihaknya melakukan tentu menggencarkan sosialisasi di lapangan.(*)

Editor: Rj Palupi