GUNUNG TABUR – Di tangan Mak Agam, singkong bukan sekadar bahan pangan kampung. Perempuan asal Kampung Tasuk, Kecamatan Gunung Tabur, ini berhasil mengangkat citra umbi-umbian itu menjadi camilan gurih berkemasan elegan.
Lewat usaha rumahan yang dimulai dari dapur kecilnya, Mak Agam membuktikan bahwa produk lokal pun bisa tampil modern dan bersaing di pasar kuliner Berau.
Keripik singkong olahannya tampil beda. Tidak hanya gurih seperti keripik pada umumnya, tetapi juga hadir dalam varian rasa manis dan pedas. Tak berhenti di situ, ia juga memproduksi keripik pisang tanduk—dengan sentuhan karamel maupun asin—serta keripik tempe. Semua camilan itu dikemas dalam desain premium, dengan tampilan yang membuat siapa pun tergoda mencoba.
“Camilan murah meriah yang bisa dinikmati semua umur dan di waktu kapan saja,” kata Mak Agam, yang mengelola usaha ini sejak 2021.
Awalnya, keripik-keripik itu hanya dititipkan di warung dan ditawarkan ke tetangga. Namun perlahan, usahanya tumbuh. Produk-produknya kini dipasarkan melalui media sosial dan pesan antar, langsung dari rumah produksinya di RT 03, Jalan Danau Poso, Kampung Tasuk.
Ia memastikan setiap pesanan dibuat dalam kondisi baru. Rasa gurih dan kerenyahan camilannya jadi daya tarik utama, yang membuat pelanggan datang kembali.
“Pasti bikin nagih,” ujarnya singkat.
Dengan omzet bulanan yang kini menyentuh Rp2 juta, Mak Agam tidak sendiri. Ia mendapat pendampingan dari Diskoperindag Berau, serta bantuan pengemasan premium dari Yayasan Dharma Bakti Berau Coal (YDBBC).
Tak hanya itu, pelatihan keamanan pangan dan sesi pengembangan UMKM dari BUMN membuka wawasannya soal pemasaran dan produksi berstandar.
Hasilnya mulai terlihat. Produk keripiknya lebih tertata, foto promosi lebih menarik, dan jaringan antar pelaku UMKM pun terbentuk. Lewat komunitas, ia juga sering berkolaborasi saling bantu promosi.
“Berkat pelatihan-pelatihan itu saya lebih mengenal UMKM lain di Berau, bertukar pikiran, dan bisa menerapkan pengalaman untuk kemajuan usaha saya,” ungkapnya. (Adv/Aya)