TANJUNG REDEB-Perseteruan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr Abdul Rivai Tanjung Redeb dengan keluarga pasien terkonfirmasi Covid-19 kembali terjadi. Kali ini, perseteruan itu akibat pihak keluarga dengan sengaja mengambil paksa pasien yang dirawat di ruang isolasi.

Kepala Dinas Kesehatan Berau, Iswahyudi mengatakan, kejadian itu bermula saat seorang pria memaksa masuk ke ruang isolasi Covid-19. Pria itu memaksa untuk membawa pulang istrinya yang sedang dirawat. Padahal statusnya terkonfirmasi positif Covid-19.

Saat pria itu masuk, tenaga kesehatan yang bertugas mengaku terkejut. Lantaran, pria itu memaki para perawat yang bertugas.

Tak berselang lama, pria itu langsung menggendong istrinya. Kemudian, dimasukan ke mobil dan dibawa pulang.

“Ini kasus baru. Biasanya perebutan jenazah, tapi kali ini perebutan pasien. Padahal, kondisi pasien terbilang buruk. Dengan saturasi oksigen hanya sekira 40 persen,”  ujarnya.

Tenaga kesehatan yang bertugas pun telah berusaha untuk menghalangi kehendak sang pria. Namun, pria itu tidak mengindahkan apa yang dilakukan oleh tenaga kesehatan. Meskipun telah diedukasi.

“Kami sangat menyayangkan kejadian itu,” katanya.

Iswahyudi menjelaskan, tak lama setelah dibawa pulang, keluarga pasien itu mengabarkan bahwa pasien telah meninggal dunia. Lalu, pasien dikembalikan ke rumah sakit untuk dilakukan pemulasaran jenazah, untuk selanjutnya dimakamkan oleh keluarga.

“Habis meninggal, langsung pasien dibawa ke rumah sakit lagi,” tuturnya.

Sementara itu, Pria yang diketahui sebagai suami pasien adalah Ismail (53). Warga Jalan Bukit Berbunga, Sambaliung. Ia nekat membawa pulang istrinya dari ruang isolasi RSUD dr Abdul Rivai, Rabu, 11 Agustus 2021.

Diakui Ismail, istrinya sudah menjalani perawatan di rumah sakit selama lima hari. Namun, lagi-lagi pihaknya tidak ditunjukkan bahwa ada hasil pemeriksaan yang menyatakan istrinya terkonfirmasi positif Covid-19.

Ismail menyebut, istrinya memiliki gejala sesak napas saat masuk ke rumah sakit. Menurutnya, itu adalah penyakit yang telah lama diderita oleh istrinya.

“Sejak tahun 2019, istri saya itu punya sesak napas. Dan itu jauh sebelum adanya Covid-19,” ujarnya.

Ditegaskannya, membawa pulang pasien itu lantaran membawa tidak ingin istrinya meninggal tanpa mengucapkan kalimat tauhid.

“Saya tidak ingin ia mati kafir,” ungkapnya.

Ia mengaku, sebelum membawa pulang pasien, pihaknya pun telah menandatangani berkas atau surat pernyataan.

“Saya tandatangani semuanya,” katanya.

Berselang beberapa waktu, istrinya yang berinisial AMR (52), menghembuskan napas terakhir atau meninggal dunia, di rumah.

Setelah meninggal dunia, pihaknya kembali membawa jenazah ke rumah sakit untuk dilakukan pemulasaran jenazah, sesuai protokol kesehatan. Dengan menggunakan ambulans Puskesmas Sambaliung.

Namun, saat di rumah sakit, pihaknya lagi-lagi harus menunggu satgas Covid-19 kabupaten. Yakni, dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Berau.

Pihaknya pun berencana untuk menguburkan jenazah di pemakaman keluarga. Dan berupaya untuk meminta izin kembali membawa jenazah pulang.

“Kami ingin menyegerakan pemakamannya,” tegasnya.

Lanjutnya, tidak ingin melakukan hal-hal yang bertentangan dengan hukum. Namun, pihaknya tetap berkeras agar pemakaman jenazah istrinya bisa dilakukan sesuai dengan apa yang diinginkan keluarga.

“Kami tidak ingin melawan hukum. Itu saja yang kami minta,” bebernya.

Koordinator Pusat Pengendalian dan Operasional (Pusdalopsnal) Satgas Covid-19 Berau, Nofian Hidayat mengatakan, jenazah pasien itu tetap dimakamkan di taman makam Covid-19 Berau.

“Sudah aman. Keluarga sudah kami edukasi. Dan Alhamdulillah, mereka bisa paham,” pungkasnya. (*)

Editor: Bobby Lalowang