TANJUNG REDEB – Kendati kerap mengalami kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) dan sempat terjadi kabut asap tipis beberapa waktu lalu, namun indeks kualitas udara (IKU) di wilayah Kabupaten Berau, Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) masih dalam kondisi baik. Meski “aman”, tapi antisipasi tetap dilakukan.

Hal itu dijelaskan Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Ida Ayu, yang menegaskan berdasarkan data yang diambil pada awal Oktober lalu, IKU di Berau masih menunjukkan hasil yang positif.

“IKU pada semester satu sekitar Bulan Juni dan rilisnya sekitar Agustus itu sebesar 86,6,” terangnya, seraya menjelaskan perhitungan IKU menggunakan metode passive sampler.

KUALITAS UDARA 1

Metode itu juga digunakan untuk seluruh Indonesia, sesuai petunjuk teknis (juknis) dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kebersihan (KLHK) RI.

Untuk Berau, alat pengukur IKU dengan metode passive sampler ini dipasang pada beberapa titik. Saat ini, alat itu dipasang di empat titik, yakni di Straight Bundaran Gunung Tabur, kemudian di Albina, di Sambaliung dan di depan Kantor Pasar Sanggam Aji Dilayas.

Diakuinya, alat ukur metode passive sampler itu didatangkan menggunakan tiga anggaran, yakni anggaran dari KLHK, Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Provinsi dan APBD Kabupaten Berau.

Alatnya diadakan oleh KLHK dan selanjutnya dipasang untuk menghasilkan data dan diuji di laboratorium.

Dalam pengukurannya, terdapat dua parameter untuk mengetahui IKU, yakni parameter Sulfur Oksida (SO2) dan Nitrogen Oksida (NO2).

“Dari laboratorium hasilnya akan dikirim ke Berau. Kemudian ada laporan hasil uji itu per enam bulan sekali dalam setahun,” jelas Ida Ayu.

Selain passive sampler, terdapat juga Air Quality Monitoring System (AQMS). Alat ini juga mengukur kualitas udara, tetapi tidak hanya parameter tertentu.

Pengukurannya lebih terintegrasi untuk melihat Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) dan kualitas udara perkotaan.

“Jadi, indeks kualitas udara secara khusus kita belum memakai AQMS. Karena alat AQMS kita itu masih dalam tahap penyesuaian. Karena masih ada maintenance, kalibrasi. Kita belum laporkan juga ke KLHK, karena itu harus terintegrasi,” bebernya.

AQMS ini, lanjut Ida, masih dalam tahap uji coba selama satu tahun dan belum terdaftar di KLHK. Karena itu metode passive sampler masih dipakai. Untuk mendatangkan AQMS, DLHK Berau menggelontorkan anggaran senilai 850 juta rupiah.

Sebenarnya, AQMS sudah dipasang di Bidang Kebersihan pada DLHK Berau sejak 2022 lalu. Alat itu digunakan untuk memonitor kualitas udara dalam wilayah perkotaan Berau dengan radius lebih kurang 5 kilometer.

“AQMS ini belum bisa menjangkau daerah jauh, karena juga masalah anggaran. Tapi, ISPU pada Agustus 2023 itu juga menunjukkan hasil baik capai 104.0,” paparnya.

Dengan memiliki dua alat ukur tersebut, Ida berharap kualitas udara di Berau terus dipantau setiap hari dan dilaporkan per 6 bulan. Selain itu, diperlukan antisipasi agar kondisi kualitas udara di Berau tetap terjaga.

“Posisi hari ini, kondisinya baik. Artinya, udara kita ini belum terlalu tercemar. Tapi, Saya sarankan tetap menggunakan masker. Karena terus terang, kondisi sekarang, karhutla akibat ulah manusia itu masih ada,” tandasnya. (*)

Editor : s4h