TANJUNG REDEB – Penyesuaian tarif air bersih yang dilakukan oleh Perumda Air Minum Batiwakkal menyita perhatian banyak pihak. Kritik tajam datang dari Ketua Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan (KKSS) Berau, Taupan Madjid, yang meminta agar penyesuaian tarif dilakukan secara bertahap dan mengurangi pengeluaran untuk entertainment.
Mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Berau ini mengatakan, infrastruktur PDAM (Perumda Batiwakkal) telah terbangun dengan biaya yang cukup besar, yakni ratusan miliaran rupiah.
“Dengan harapan dapat memberikan pelayanan terbaik bagi warganya. Apalagi, dari tahun 2022 lalu, Perumda Batiwakkal pernah meraih Golden Trophy Top BUMD Bintang 5 hingga tiga kali,” kata Taupan, Minggu (5/1/2025).
Namun, dengan adanya kenaikan atau penyesuaian tarif, terjadi gejolak di masyarakat. Meskipun pihak Perumda mengklaim telah menyosialisasikan penyesuaian tarif tersebut pada forum RT, banyak masyarakat yang kaget dengan lonjakan tarif baru ini.
“Artinya, sosialisasi ke masyarakat tentang kenaikan tarif PDAM belum secara merata,” kata pria yang juga menjabat sebagai Ketua KONI Berau ini.
Adapun alasan kenaikan tarif dari Perumda Air Minum di antaranya adalah teguran dari Pemprov Kaltim, melalui surat yang meminta penyesuaian tarif sesuai dengan SK Gubernur. Untuk daerah Berau, tarif batas atas (TBA) adalah Rp15.453, dan tarif batas bawah Rp5.453, sementara tarif di Berau masih Rp4.700 per meter kubik.
Taupan menyatakan bahwa jika tarif tidak dinaikkan pada bulan Desember, Perumda akan mengalami kerugian dan terancam berubah status menjadi BLUD. Selanjutnya, akan bergabung dengan PDAM Kutim yang tarifnya mencapai Rp9.000 dan bahkan diusulkan menjadi Rp11.000.
Kebutuhan air bersih di kota seperti Tanjung Redeb adalah sekitar 110 liter per kapita per hari. Dengan asumsi satu rumah dihuni lima orang, kebutuhan air mencapai 550 liter per hari atau 16,5 meter kubik per bulan. Namun, data PDAM menunjukkan bahwa pengguna air bersih di Berau rata-rata mengonsumsi 35 meter kubik per bulan.
“Mari kita bijak dalam menggunakan air bersih agar penggunaan bisa terkendali dan hemat dari sisi biaya,” paparnya.
Taupan juga menyarankan agar Perumda Air Minum Batiwakkal mengutamakan keseimbangan antara pendapatan dan pengeluaran (BEP), bukan mencari profit.
“Prinsip ini dulu yang diutamakan. Setidaknya sudah BEP, sudah dikatakan berhasil karena fungsi sosial sebagai pelayanan, bukan mencari profit,” jelasnya.
Di sisi lain, ia menyarankan agar Perumda memanfaatkan sistem digitalisasi yang ada untuk mengefisiensi tenaga kerja, mengoptimalkan kualitas tenaga kerja, dan memperbaiki sistem pencatatan di lapangan yang masih banyak tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya.
Selain itu, Perumda juga diminta untuk terus berinovasi dengan sistem seperti PLN yang menggunakan voucher, atau chip yang terkoneksi dengan sistem dan otomatis menghentikan aliran air jika pemakaian sudah habis.
Taupan juga meminta manajemen Perumda untuk mengurangi kegiatan yang sifatnya entertainment seperti promosi (videotron, baliho, dan kegiatan yang tidak ada hubungan dengan tugas dan fungsi) guna membantu menutupi kerugian.
“Kurangi entertainment yang tidak perlu. Dana itu dapat dijadikan untuk membantu menutupi kerugian,” katanya.
Terhadap regulasi yang sudah terbit, Taupan menyarankan untuk sementara memberikan insentif berupa potongan kepada pelanggan sesuai kebutuhan. Dia berpendapat bahwa kenaikan tarif sebaiknya dilakukan bertahap agar masyarakat tidak kaget dan sosialisasi dilakukan secara merata di kalangan masyarakat.
“Saya kira, Perumda Batiwakkal perlu belajar ke PDAM Samarinda, yang pada tahun 2024 bisa meraih keuntungan Rp100 miliar,” pungkasnya. (*)